Rabu, 17 Maret 2010

Mari Belajar Perencanaan Ala CLAPP GSI

Makassar, KBSC).
ACCESS AusAid, sebuah lembaga donor dari Australia yang berkantor pusat di Bali telah melakukan penerapan tools community learning action partisipatory planning gender social inclusive (CLAPP-GSI) didalam membuat penjajakan, perencanaan dan penganggaran pada rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) desa dan kelurahan di empat kabupaten di Sulawesi Selatan.

Keempat kabupaten tersebut adalah Bantaeng, Jeneponto, Takalar dan Gowa. Dua kabupaten diantaranya, Gowa dan Takalar rencana aksinya berawal April 2010, sementara Bantaeng dan Jeneponto telah melalui beberapa tahapan kegiatan minimal setahun yang lalu.

Konsep CLAPP yang akan diterapkan pada 2010 ini pada Gowa dan Takalar sedikit berbeda dengan dua kabupaten lainnya, dimana konsep CLAPPnya sudah memasuki prinsip GSI, sementara pada tahun-tahun sebelumnya, ACCESS masih menggunakan CLAPP-GPI.


“Pada hari ini (tanggal 1 Maret) kita akan memulai training untuk calon failitator CLAPP - GSI. Peserta yang diundang berasal dari 4 kabupaten, dari Gowa 12 orang, Takalar 12 orang, serta tiga orang dari masing-masing Kabupaten Jeneponto dan Bantaeng. Kedua kab terakhir ini sudah berpogram,” ungkap Fasilitator Utama CLAPP GSI dari Mitra Samya ketika mengawali training ini.

Menurutnya, jadi nantinya dalam forum ini diharapkan terjadi shearing pengalaman yang belum dan sementara berprogram dengan tema yang sama yang akan diusung oleh WaKIL Gowa dan FIK LSM Takalar.

CLAPP sudah dilakukan 4 tahun, mulai CLAAPP fase I, dan kemudian pada fase ini mulai ada perubahan, yang hingga kini akan melahikran 5 buku, dan yang akan dipelajari dalam pelatihan ini adalah 3 buku. Jadi Bantaeng dan Jenepotno akan banyak menggunakan buku 3 ini, soal Ranpedes.

Untuk Jenepotno dan Bantaeng, kita sudah melaksanakan sekitar 1 tahun lebih, lalu diadopsi oleh pemerintah daerah, dan malah diterapkan didesa-desa, yang kemudian menjadi bahan musrembang di desa-desa. Jadi kedua kabupaten ini sudah dipratekkan.

“Saya kira Gowa dan Takalar ini sudah bisa diikutkan oleh Bantaeng dan Jeneponto,” katanya. Ini tidak tertutup kemungkinan akan kita (Gowa dan Takalar) studi banding ke Jeneponto dan Bantaeng, disitu dilihat bagaimana kolaraboras antara LSM dengan pemerintah daerah,” kata Sartono, Koordinator Propinsi ACCESS-AusAid Sulawesi Selatan.

Menurut Sartono, seperti yang diutarakanoleh fasilitator utama tadi, karena ini merupakan turunan yang kedua, setelah TOT di Mataram, jadi sebenarnya hari ini sudah harus menjadi co fasiltiator, yang nantinya akan melatih para KPM-KPM dalam perencanaan desa. Untuk itu diperlukan kekuatan untuk menfasiltiasi desa, dimana kalau awalnya 2 bisa menjadi 5 dan sterusnya.

Karena betapa pentingnya kegiatan ini, maka dilakukan di Clarion Hotel, dan untuk selanjutnya masing-masing kabupaten akan dilaksanakn di kabupaten. Artinya lebih baik memanfaatkan sumber daya yang ada di kabupaten, karena ini bagian dari asset based yang telah menjadi komitmen kita bersama untuk mengembangkannya. 

Saya harapkan, untuk WaKILl dan FIK KSM, jadi sekadar teknis, ACCESS sudah memberikan langkah-langkah, jadi saya kira lebih baik diproses lebih cepat. Saya juga mendengar dari mitra strategisnya sudah konek, jadi ACCESS akan mendukung. ACCESS akan memperkuat metodologi.

“Jadi saya kira,  lebih detailnya, maka kedua LSM ini (WaKIL Gowa dan FIK KSM Takalar) sudah jelas,” sambungnya.  “Kenapa ingin kami lebih cepat, untuk Sulsel, sejak 1 April sudah harus jalan. Tetapi semuanya itu tergantung dari FIK dan WaKIL, dimana ACCESS akan membantu, termasuk menyediakan tim ahli,” tegasna.

Sartono memperkuat progress programnya dengan memberi contoh khusus kepada Jeneponto. “Jeneponto sudah prosentasi di Bappenas dan Menkokesra. Bahwa pengalaman yang telah dirumuskan oleh ACCESS akhirnya dapat diaplikasikan atau replikasi oleh pemerintah, termasuk pemerintah pusat, sehingga nantinya dapat diperluas di tempat lain,” kuncinya. (s.darampa)

Senin, 01 Maret 2010

Dari Lokakarya Shearing PAK Gowa – ACCESS

Sungguminasa, (KBSC)
Akhirnya sampailah disesi akhir pada etape pertama rencana program ACCESS AusAid kerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Gowa, dengan digelarnya lokakarya shearing hasil-hasil penjajakan agenda kabupaten (PAK) Gowa yang berlangsung di Gedung Bappeda, Sungguminasa, pekan lalu.

Lokakarya shearing ini bertujuan untuk mengetahui hasil-hasil penjajakan yang telah dilaksanakan oleh calon mitra ACCESS, yang terdiri atas enam lembaga (LSM) di daerah ini, diantaranya adalah Yayasan WaKIL, YKM Gowata, Lembaga Bumi Indonesia, Yayasan Peduli Lingkungan, Yayasan Baruga Cipta, dan The Gowa Centre.

“Masing-masing LSM mengusung isu yang berbeda, tetapi bukan berarti bahwa hanya LSM tertentu (seperti diatas ini, red), yang berhak mengagendakan isu tersebut. Jadi janganlah kita bersikap ego, contohnya bahwa hanya WaKIL saja yang berhak mengusung isu perencanaan partisipatif sementara yang lain tidak, atau Gowa Centre saja yang berhak mengusung isu pendidikan sementara LSM lain tidak punya hak,” jelas Muhammad Nur Fajri, ketika memberikan kata sambutan mewakili ACCESS AusAid Sulawesi Selatan.

Menurutnya, karena keenam agenda ini, perencanaan partisipatif, pemberdayaan ekonomi bagi perempuan miskin, pengelolaan sumber daya air, pelayanan hukum bagi public, kesehatan dan pelayanan public, dan agenda pendidikan, adalah tanggungjawab bersama.

“Kenapa menjadi tanggungjawab bersama, termasuk bagi SKPD, karena sebelum agenda ini dilahirkan terlebih dahulu lahir kesepakatan antara pihak ACCESS dengan Pemerintah Kabupaten Gowa. Jadi setelah MoU itu, maka kemudian rencana implementasinya adalah dilakukan oleh LSM pengusul dengan penguatan dari pihak masing-masing mitra strategis (SKPD),” lanjutnya.

Nah, pada kesempatan ini, maka akan dibicarakan lebih detail, tentang strategi masing-masing lembaga dan mitra strategisnya untuk membuat desaign rencana aksinya, disamping untuk melaporkan hasil dari masing-masing penjajakan yang telah dilakukan sebulan lamanya.

Nur Fajri juga meminta kepada masing-masing lembaga calon mitra langsung ACCESS, agar mereka mampu melaksanakan nilai-nilai GIS (gender inclusive social), karena GIS ini adalah utama yang harus diarusutamakan pada setiap isu atau agenda yang dijalankan oleh masing-masing mitra.

Selain GSI, juga yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana menerapkan prinsip-prinsip TKLD (tata kelola local demokratik) yang betul-betul mencerminkan akuntablitas, transparansi dan demokrasi. Nah untuk mencapai itu, maka seharusnya adalah organisasi pelaksana program (LSM) yang lebih dahulu menerapkan kedua nilai tersebut.

“Harus ada perubahan perilaku organisasi pelaksana yang dapat diukur dan dilihat, sehingga ketika dalam implementasi programnya, dimana kelompok sasarannya (binaannya) yang diharapkan berobah kea rah yang lebih baik tetapi didahului oleh perubahan positif dari lembaga yang bersangkutan,” kunci Nur Fajri.

Koalisi LSM-Pemkab
Trend baru dunia LSM adalah ketika mendorong sebuah program, atau agenda yang selama ini hanya bersama-sama dengan masyarakat, maka di Kabupaten Gowa adalah sebuah keharusan untuk secara bersama-sama dengan pemerintah daerah di dalam mengimplementasikan agenda tersebut.

“Untuk di Kabupaten Gowa, tidak ada kerja-kerja LSM tanpa melibatkan pemerintah, utamanya bagi SKPD-SKPD yang berkaitan dengan isu atau agenda yang akan dijalankan. Dengan koalisi LSM-Pemkab, maka sinergitas dengan berbasis kekuatan, maka agenda tersebut akan dicapai lebih mudah,” kata Kaharuddin Muji, Direktur Eksektuif WaKIL disela-sela berlangsungnya lokakarya.

Menurut Kaharuddin Muji, komiten atau co-shearing program antara WaKIL dan Pemkab Gowa telah berjalan 3 tahunan. “Kemudian dalam perjalanannya, ACCESS mewajibkan kerjasama dengan Pemkab dengan LSM local, maka kita tinggal melanjutkan yang sudah ada. Dan besar kemungkinan penganggaran tahun-tahun mendatang, bukan hanya co-shearing program, tapi siapa tahu sudah memasuki tahap yang lebih lanjut, yakni sudah co-shearing dana,” harapnya. (ririn)