Sabtu, 31 Juli 2010

Sekolah Bokasi Komunitas Limboa


 
Executive Director WAKIL Foundation, Kaharuddin Muji (pakai kacamata), didampingi Manager Programnya (kanan), saat mengikuti training Outcome Mapping.

Salu Tua, (KBSC)
Satu lagi maju yang dilakukan WAKIL group dalam memperkuat basis-basis dampingannya di masyarakat, yaitu menjadikan Limboa sebagai tempat belajar petani (sekolah) pembuatan bokashi.

Pengelolaan bokashi dibawah langsung manajemen Kelompok Tani (Koptan) Limboa, seperti yang diceritakan salah seorang pendamping Yayasan WaKIL yang beroperasi di Kecamatan Tinggimoncong.

Menurut Natsir Dg.Tola, keberadaan komunitas Limboa memang sangat strategis, selain karena dukungan ekosistem dan tofografi kondisi alamnya yang memungkinkan, juga karena faktor kesediaan dan kerelaan, serta tumbuhnya sikap kegotongroyongan oleh anggota Koptan tersebut.

"Dua tahun lalu sudah dibangun 'markas' Koptan, yaitu berupa balai pertemuan yang dibuat ditengah-tengah sawah, dan di bawah rumah tersebut tersedia kolam air tawar. Kolam ini tidak akan pernah kekeringan, karena sulplai air dari saluran induk DAS Jeneberang juga tidak pernah berhenti," ceritanya.

Di depan gedung balai rakyat tersebut, juga dibangun satu unit gedung khusus untuk pengelolaan atau pembuatan pupuk organic bokashi. Hal ini dilakukan, karena memang sumber utama atau  bahan utama pembuatan bokashi adalah jerami, jadi nantinya bahan-bahan ini tinggal diambil saja langsung dari sawah anggota Koptan.

Sementara Deputy Executive Director WAKIL Foundation, Ernawati Rasyid Dg.Te'ne mengatakan, keberadaan sekolah bokashi tersebut adalah by desaign dari rangkaian panjang mimpi-mimpi yang dibangun WAKIL.

"Memang ke depan, ada beberapa komunitas yang akan didampingi, termasuk mengkonsultasikan potensi masing-masing komunitas. Tapi kita melihat dulu apa yang dimiliki komunitas dampingan, bagaimana semangatnya, kemampuan teknisnya, dan kecondongan-kecondongan apa yang diimpikan komunitas tersebut," akunya.

Tapi proses ini memang tidak pendek, dari sekian tahun WAKIL menjalankan mandat visinya, baru dua atau tiga terakhir ini menemukan pola yang menurut WAKIL dianggap cocok untuk sementara waktu. Dan dari situlah, akan terus dievaluasi, apa kira-kira pengembangan itu diarahkan pada jalur yang telah dilakukan selama ini, atau justru dikembangkan ke arah yang mungkin sedikit berbeda dari sebelumnya.

Jadi, sekolah bokashi adalah satu langkah nyata dari kawan-kawan di WAKIL untuk terus berkarya bersama dengan komunitas-komunitasnya. (sultan darampa)

Jumat, 30 Juli 2010

Sekolah Alam bagi Wisatawan di Malino


Malino, (KBSC)
Pembangunan kampung wisata yang digagas aktivis lingkungan Edi Hariadi tergolong unik dan lebih khusus sebagai upaya nyata di dalam kelestarian lingkungan, sekaligus membangkitkan kepariwisataan yang lagi lesu.

Kampung wisata yang terletak di Dusun Katiklaporan, Kelurahan Malino, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa itu, memiliki luas sekitar 20 hektar, dengan fasilitas 20 rumah penginapan turis (milik penduduk lokal), ekosistem hutan dan sejumlah fasilitas fisik lainnya.

Sekedar diketahui, bahwa pembangunan Kampung Wisata selain diinisiasi oleh Edi Hariadi dan kawan-kawan, investornya datang dari masyarakat sendiri, yaitu masyarakat yang memiliki rumah di kawasan tersebut

Sejumlah fasilitas lain, diantaranya :
1. Outbound pendidikan (flaying fox, pelibatan orang kampung dalam pelatihan penangungalangan bencana, mahasiswa praktekan tentang teknik penamggilangan bencana)
2. Pendidikan lingkungan (ana-anak mengenal alam, mereka tinggal di rumah-rumah penduduk, dan penduduk menjadi orang tua angkat untuk melihat kondisi ekosistem lingkungan sehari-hari, misalnya bagaimana hubungan social kemasyarakatan yang terjadi di kehidupan sehari-hari oleh masyarakat Makassar).
3.Beberapa jenis tanaman kehutanan, seperti ekosistem hutan pinus, tanaman akar tunggang dl, juga model perkebunan hortikultura.
4. Membangun balai pertemuan dan lesehan untuk aktivitas wisata. Balai ini untuk dialog, pertemuan, pelatihan in class, termasuk diantaranya adalah dialog pendidikan lingkungan .
5. Empang dua tingkat 5 x 10 meter persegi dan 10 x 10 meter persegi (dipinggir empang dibuatkan lesehan) 22 gasebo dan lesehan yang dimiliki oleh masing-masing 22 kepala keluarga. Itu kontrak ekonomi dengan masyarakat. 
6. Kolam permandian. Kolam ini juga dikerja oleh masyarakat dan difasilitasi oleh masyarakat, sehingga kontribusinya juga diatur oleh manajemen kampung ini. 
7. Sumber air. Berupa anak sungai dari DAS Jeneberang (dimana di hulu anak sungai ini telah dilakukan konservasi. sehingga cadangan sumber air baku di masa akan datang tidak bakalan terganggu.

Beberapa syarat-syarat tamu turis untuk dapat menggunakan kampung ini, yaitu  :
1. Menanaman pohon minimal 1 pohon sebelum tinggal di rumah tersebut. Nama pohon tersebut diberi nama sesuai dengan nama orang yang menanam. Jadi, sewaktu-waktu mereka dapat datang melihat pohon tersebut. Soal biaya perawatan, maka dapat dititip biaya rawat untuk menjadi milik pribadi, dan dana titipan ini akan dikelola oleh manajemen kampung. Misalnya selama 1 tahun, biaya titipnya 10.000. Tujuannya, upaya untuk pendidikan sadar lingkungan. Jadi bagaimana orang punya kecintaan lingkungan itu tumbuh dalam diri seseorang.
Pertannyaannya, bagaimana kalau pohon itu mati, maka siempunya dapat mengganti dengan pohon baru tanpa dapat dialihkan kepemilikan ke orang lain.
2. Block Grand. Dana ini berasal dari swadaya masyarakat. Sumber dana ini  adalah dana titip perawatan pohon, misalnya jika arus kunjungan turis (manca dan domestic) mencapai 100 orang dalam satu tahun, maka dapat diprediksi bahwa sudah ada 100 pohon tanaman baru yang ada dalam kawasan tersebut. 100 pohon tersebut dikalikan Rp 10.000 perpohon sebagai  biaya perawatan, maka total dana investasi yang masuk sudah ada Rp 1 juta. Kemudian pendapatan lain, seperti biaya penginapan, makan, penggunaan lesehan dan royalty, maka jika itu dikumpulkan, akan menghasilkan pendapatan yang lumayan. Pendapatan ini diakumulasikan dalam bentuk investasi, untuk kemudian pengembangan dan penambahan sarana.    
3. ID card pohon. ID ini menjadi simbolik bagi seseorang untuk mengkampanyekan go green dimana ia berada. Misalnya, jika berada di suatu negara, maka ia dapat memperlihatkan ID card ini bahwa di Indonesia ia memiliki pohon untuk tujuan misi pengurangai emisi karbon.

Pendidikan Anak Sekolahan
Sejumlah lembaga pendidikan telah melakukan MoU kerjasama dengan pengelola Kampung Wisata ini, diantaranya adalah Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Mega Resky Makassar. STIKES menilai bahwa kegiatan pendidikan out class ini adalah bagian dari kurikulumnya.
    Misalnya, selama 6 bulan, mahasiswa STIKES belajar in class di kampusnya, lalu 6 bulan berikutnya modul teori tersebut dipraktekkan melalui pengalaman belajar lapangan. Jadi out classnya adalah di Kampung Wisata.
    “Sebenarnya salah output pendidikan out class ini adalah solusi alternative dari program Ospek yang selama ini berbau kekerasan. STIKES memandang, Ospek tetap dilaksanakan, tetapi cara dan starategisnya jauh berbeda, pengenalan alam bagi mahasiswa jauh lebih baik dari metode Ospek yang selama ini dikembangkan oleh kampus-kampus,” ujar Pipit, nama beken Edi Hariadi.
    Selain tingkat mahasiswa, kampung wisata ini juga diperuntukkan untuk kalangan anak-anak sekolahan SMP, SD dan SMU. Tujuannya, bagaimana anak sekolahan ini selain mengenal ekosistem alam, juga dapat melihat aktivitas sehari-hari masyarakat kampung, misalnya bagaimana ia melihat masyarakat memelihara pohon aren, mengambil tuak, lalu diolah untuk menghasilkan gula aren.
    “Jadi seluruh proses pembuatan gula aren dapat disaksikan dan dipelajari oleh siswa outbound langsung dari praktek lapangan. Dan praktek lapang inilah yang berkontibusi besar terhadap pengalaman belajar bagi anak-anak ke depan,” kunci Pipit. (sultan darampa)

Sabtu, 24 Juli 2010

Perempuan Tani dan Mekanisasi Pertanian Legowo


Sejumlah anggota Koptan Perempuan Asran, tengah melakukan evaluasi hama di sekretariatnya di Demplot dan Pusat Penangkaran Benih Dataran Tinggi Kuang.

Demplot Kuang dengan sistem Legowo21.



Makale, (KBSC).
Peran-peran perempuan memang tidak pernah surut dari segala aktivitas dan pola kehidupan berumah tangga.  Energi perempuan seakan tak pernah surut, seakan tak mengenal keriput dan legamnya wajah-wajah yang tertimpa sinar matahari.

Itulah sekadar penggambaran mengenai sosok dan kiprah perempuan kelompok tani Toraja, yang lebih dikenal sebagai Kelompok Tani Perempuan Asran, Lembang Madandan, Kecamatan Rantetayo, Kabupaten Tana Toraja.

Aktivitas kelompok tani yang mengkhususkan anggotanya lebih dominan perempuan, (ada beberapa laki-laki juga pengurus koptan perempuan ini, red), setelah melakukan studi banding dan beberapa kali training tentang pola penanaman legowo21, yang saat ini baru dipahami oleh petani dataran tinggi Toraja.

Diakui, sistem legowo21 ini sebenarnya sudah lama dikembangkan, utamanya di Jawa, tetapi khusus untuk di Kabupaten Toraja dan Toraja Utara, untuk pertama kalinya (sejak dua musim lalu, red) sudah mulai diterima di kalangan petani.

Lucunya, justru kelompok-kelompok tani perempuan ini yang lebih dulu menerima sistem ini. Dimana karena penolakan ini dianggap cukup bermasalah bagi kondisi sawah-sawah di dataran tinggi, seperti luas sawah / tanah yang sempit memanjang, kondisi yang bertingkat-tingkat, sehingga sejumlah petani sangat menyayangkan lowongnya tana-tanah yang menurutnya mubassir.

Seperti diketahui, pola legowo21 ini, yakni jarak tanamnya 20 cm x 40 cm. Artinya, jarak samping yakni 40 cm, sementara jarak muka-belakang yakni 20 cm. Dimana selama ini, sistem tanam yang tradisional, adalah 5 cm x 10 cm.

Jadi, tradisi itu yang dilabrak oleh Koptan Perempuan Asran, dan setelah melalui dua kali musim, akhirnya mereka menyadari bahwa pola ini selain efektif atau irit terhadap kebutuhan air, dan produksinya jauh lebih meningkat.

Pendampingan
Tumbuhnya kesadaran bagi perempuan tani di Toraja memang melalui proses yang panjang. Awalnya, mereka menolak, bahkan mencemoh penyuluh-penyuluh yang disiapkan oleh Yayasan WALDA. Alasannya, sederhana, sedangkan Dinas Pertanian setempat yang setiap musim telah membikin demplot percontohan tidak ada yang berhasil.

Malah penyuluh pertanian yang telah disiapkan oleh pemerintah setempat “tidak siap” melayani kebutuhan pengetahuan masyarakat. Hal ini sangat dirasakan oleh Koptan Perempuan Asran. Waktu itu, setelah padi tumbuh beberapa minggu, kemudian terlihat adanya tanda-tanda serangan hama, maka dipanggillah penyuluh dinas untuk memantau, atau mencermati hama itu, tapi jangkan ia datang, menerima telepon dari warga saja tidak mendapatkan pelayanan yang baik.

Jadi tantangan yang terberat dirasakan petani, bukan hanya koptan perempuan, adalah ketersediaan layanan informasi yang memadai dari pihak pemerintah. Oleh karena kondisi seperti itu, maka koptan ini tidak mau menyerah begitu saja, akhirnya WALDA mendatangkan penyuluh swadaya, Nasruddin dari Pinrang dan Parepare. 

Berkat kegigihan tan mengenal menyerah, Nasruddin berhasil meyakinkan masyarakat, atau petani, tentang efektitas pola ini. “Setiap saat, tidak mengenal waktu dan kondisi, misalnya hujan keras, saya dengan naik motor butut dari Parepare datang ke Toraja untuk melayani kebutuhan petani,” aku Nasruddin, yang juga dibenarkan oleh Manager Pusdiklat Pertanian Dataran Tinggi Toraya, Yosni Pakendek.

Pusdiklat SL-PPT swadaya ini adalah usaha nyata dari WALDA untuk terus melakukan pendampingan dan penguatan organisasi-organisasi petani di dataran tinggi.

Dengan dukungan non financial seperti itu, maka Koptan Perempuan Asran juga telah melakukan ekspansi usaha, seperti pembuatan briket arang dari limbah buah pinus, dan ke depannya, akan mengembangkan pola peternakan terpadu dengan sistem budidaya pakan. (s.darampa)  

Jumat, 16 Juli 2010

Gowa Mempersiapkan Kepimpinan Perempuan


ACCESS-AUSAID bersama dengan mitra strategisnya dari Solo, Gita Pertiwi, telah mengembangkan dan mempersiapkan kader-kader perempuan untuk merebut posisi-posisi strategis di masa mendatang. Posisi ini baik dalam struktur informal di kemasyarakatan, maupun pada struktur formal.

Persiapan strategis kepemimpinan perempuan ini digelar pada training Women Leadhership, yang diikuti oleh 6 lembaga social kemasyarakatan di Kabupaten Gowa, diantaranya adalah Yayasan WaKIL, YPL, YBC, YKM, LBI dan TGC. Masing-masing lembaga mengutus 4 orang wakilnya atau staffnya, dimana prosentasinya adalah 3 perempuan dan seorang laki-laki.

Sementara dari ACCESS sendiri, mengikutkan 3 orang utusannya, yakni Nurfajri (laki-laki), Ratna Arasy dan Sari (perempuan). Fasilitatornya adalah Ibu Dewi dan Ibu Titiek.

Materi-materi yang disuguhkan antaralain, “kapal riste tentang perempuan”, “beberapa pengertian tentang gender dan seks (perbedaannya)”, “gender social inclusive”, kondisi dan fakta-fakta masing-masing LSM dalam rangka mempersiapkan kader-kader perempuannya”, sejumlah rekomendasi dan kegiatan-kegiatan lanjutan untuk memperkuat pencapaian agenda women leadhersip.

Mengapa Gender Penting ?
Jenis Kelamin merujuk pada perbedaan biologis antara perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrati (didapat dari kelahiran) dan universal. Jadi, gender merujuk pada arti dan peran sosial sebagai perempuan dan sebagai laki-laki menurut masyarakat budayanya

Arti dan peran sosial (Gender) tsb, didapat karena :
• Disosialisasikan sejak dini
• Dibesarkan
• Diajari berprilaku
• Diharapkan
• Sebab itu gender bersifat dinamis (karena masyarakat budaya itu beragam dan berubah)
• Pembagian kerja menurut jenis kelamin
• Peran/status kedua jenis kelamin dalam keluarga/masyarakat
• Kepantasan dalam berprilaku
• Hubungan/relasi antara kedua jenis kelamin
• Hak dan wewenang antara kedua jenis kelamin
• Pengalaman, kebutuhan, hambatan sebagai perempuan dan sebagai laki-laki
• Dst.

Jadi, konsep gender dan PUG muncul sebagai unsur penunjang pembangunan relatif baru muncul dalam Konperensi Perempuan ke- 3 di Nairobi 1985 dalam suatu perdebatan peran perempuan dalam pembangunan sebagai response terhadap ketertinggalan perempuan di dalam hampir semua bidang pembangunan

Di konperensi Perempuan ke- 4 di Beijing 1995, PUG menjadi kesepakatan bersama, PUG masuk kedalam The Beijing Platform For Action

Juga, soal Response Indanesia : Inpres No. 9 Tahun 2000 yaitu Intruksi Presiden yang mengharuskan semua sektor pembangunan melaksanakan PUG

PRJM 2004-2009, peningkatan kualitas hidup perempuan, salah satu agenda menciptakan Indonesia adil dan demokratis

Adanya kesenjangan hasil capaian pembangunan antara perempuan dan laki-laki dihampir segala bidang pembangunan, diperlihatkan dalam berbagai indeks dan ukuran pembangunan Indeks Pembangunan Manusia (HDI), Indeks Pembangunan Gender (GDI), Ukuran Pemberdayaan Gender (GEM), padahal De Jure tidak boleh ada diskriminasi (UUD 1945, pasal 28 ayat (1) dan pasal 31 (1), UU No. 7 tahun 1984, Penghapusan Segala Bentuk, Diskriminasi Terhadap Perempuan)

Menurut Fasilitator, Dewi dan Titiek, bahwa kepemimpinan adalah kemampuan seseorang dalam mempengaruhi kelompok atau pengikut untuk mencapai satu tujuan tertentu, kepemimpinan perempuan dapat didefinisikan sebagai kemampuan dari perempuan untuk mempengaruhi kelompok atau pengikutnya mencapai tujuan tertentu, dalam konteks budaya patriarkhi, kepemimpinan perempuan merupakan perjuangan perempuan untuk meminta kembali pikiran mereka dan mematahkan kediaman yang dipaksakan oleh struktur-struktur patriarkhat dan institusi-institusi lain yang membatasinya

Juga ia menawarkan beberapa hal, diantaranya, adalah bagaimana syarat mutlak bagi kepemimpinan perempuan adalah perspektif keadilan gender yang harus mampu membawanya ke proses refleksi dan analisis atas pengalaman hidup sehari-hari yang kemudian membimbingnya mengenali struktur-struktur lebih besar yang kadang kala tidak terlihat.

Hal lain, menurutnya, perspektif keadilan gender akan membantu pemimpin perempuan untuk melihat dirinya sebagai pembuat sejarah, bukan hanya sebagai obyek pasif dari proses bersejarah.

Peluang-peluang untuk kepemimpinan perempuan:
Beberapa peluang-peluang untuk merebut kepemimpinan perempuan adalah karena factor kebijakan negara dan skema proyek gender, mendayagunakan pendidikan alternatif yang sudah dikembangkan oleh masyarakat sipil untuk penguatan perspektif gender, skema program-program pemerintah, NGO, dll, memaksimalkan keberanian dan keaktifan yang sudah dimiliki pemimpin perempuan, otonomi daerah (otonomi desa)

Maka untuk itu, bagaimana mendorong perempuan merebut ketertinggalan, dengan cara meningkatkan akses dan kontrol perempuan terhadap semua sumberdaya dan mengatur pasar agar meningkatkan produktivitas keluarga dan pendapatan ekonomi secara luas.

Design program secara eksplisit menyebut target perempuan, namun bukan perempuan saja, tapi harus ada keseimbangan jumlah laki-laki dan perempuan. Eksplisit target ini merupakan sebuah proses untuk mengakhiri diskriminasi gender dan menjamin hak-hak perempuan.

Ukuran keberhasilan program terdapat pada produktivitas, peningkatan pendapatan (laki-laki dan perempuan) serta pengelolaan SDA, pelestarian lingkungan ,manfaatnya diterima secara nyata oleh perempuan.

Promosikan organisasi perempuan (kelompok, jaringan, federasi,dll) untuk meningkatkan kapasitas , akses pelayanan dasar, serta pemberdayaan ekonomi yang mampu meningkatkan produktivitas dan pendapatan secara kolektif. Peningkatan kapasitas terutama untuk mendorong kemampuan analisis, pengambilan keputusan serta leadership.

Membudayakan orientasi profit dalam bekerja. Banyak buruh perempuan hanya menjadi pelengkap proses produksi dipertanian sehingga hanya dibayar murah. Adanya kebijakan dan intervensi yang memberikan peluang bagi semua pekerja pertanian meningkatkan produksifitas.

Memberikan kemudahan kepada perempuan untuk mendapatkan kemudahan sumber daya finansial untuk memenuhi kebutuhan usaha dan keluarganya . Pertumbuhan keuangan lokal di pedesaan menjadi salah satu intrumen dalam pengentasan kemiskinan.

Rekruit dan latih perempuan sebagai jasa layanan masyarakat. Peningkatan jumlah tenaga kerja perempuan di garis depan akan memberikan pelayanan lebih baik, pengembangan usaha, konservasi lingkungan sebagai salah satu jalan untuk meningkatkan keseimbangan pelayanan dasar.

Melindungi hak perempuan dan mengontrol pertumbuhan ekonomi agar mereka mendapatkan asset untuk peningkatan pendapatan.

Khusus dalam hal partisipasi untuk pengambilan keputusan, harus dipastikan suara perempuan dan perwakilannya dalam pengambilan keputusan. Dorong adanya quota untuk meningkatkan representasi keterwakilan perempuan dalam pengambilan keputusan

Melibatkanperempuan di pedesaan ikut mendesign produk yang inovatif dan pelayanan bagi masyarakat. Dengan pendekatan yang partisipatif, mereka dapat merencanakan kebutuhannya serta merancang tehnologi yang sesuai.

Mengembangkan riset pengetahuan yang memberikan informasi bagi pengambil kebijakan.

Melakukan gender assesment dan asistensi tehnis serta konsultansi yang langsung memberikan informasi praktis bagi pengambilan keputusan.(s.darampa)