Minggu, 31 Oktober 2010

Bila Direktur Ketemu dalam Satu Forum (selesai)

 Makassar, (KBSC)

Berikut hasil-hasil rekomendasi dua kabupaten, yakni Gowa dan Takalar, maaf, hasil untuk Kabupaten Bantaeng dan Jeneponto, menyusul.

Kami telah mendiskusikan hal-hal yang terkait dengan Penguatan Kapasitas (Capacity Building) untuk Perubahan Sosial mulai pada temuan-temuan penilaian kapasitas, tujuan-tujuan bersama perubahan yang akan dicapai, hingga pembagian peran dan tanggung jawab berbagai pihak untuk merumuskan strategi dan langkah-langkah yang diperlukan untuk pencapaian perubahan-perubahan sesuai visi TKLD Kabupaten Gowa dan Takalar, serta mengembangkan pembelajaran bersama berbasis pengalaman.  Pertemuan yang diikuti para Direktur dan Koordinator Program dari Organisasi Mitra Langsung dan ACCESS dengan dipandu oleh fasilitator dari REMDEC (Resource Management and Development Consultant) bertekad melaksanakan kesepakatan-kesepakatan yang dihasilkan  sebagai berikut:

1.Mitra Langsung bertanggung jawab terhadap rencana aksi, dan karena itu dengan sungguh-sungguh akan mengupayakan pencapaian tersebut. Untuk itu Mitra Langsung akan menjalin kerjasama dengan ACCESS dan Mitra Strategis sesuai kebutuhan masing-masing organisasi dan Kabupatennya.

2.Berupaya mendinamisasikan fungsi dan peran FLA (Forum Lintas Aktor) atau nama lain sejenisnya, sebagai forum pembelajaran bersama.

3.Saling berbagi pengalaman dan pengetahuan antar mitra dalam rangka mengupayakan pencapaian-pencapaian rencana aksi.

4.Menindaklanjuti hasil penilaian kapasitas untuk penguatan lembaga masing-masing baik diupayakan secara internal maupun bekerjasama dengan berbagai pihak.

5.Melaksanakan pembagian peran dan tanggung jawab diantara Mitra Langsung, ACCESS dan Mitra Strategis sebagai berikut ini:

Kabupaten Gowa
Sementara Peran dan tanggungjawab direktur mitra ACCESS di Kabupaten Gowa adalah sebagai berikut :

1.Mencapai visi/Outcome Challenge dari rencana aksi, Menerapkan nilai-niai partisipatif, transparansi dan akuntablitas, mendorong peningkatan kapasitas SDM lembaga dan mitra langsung, memastikan TKLD tercapai dalam implementasi rencana aksi, memonitoring dan mengevaluasi serta mempertanggung jawabkan pelaksanaan rencana aksi yang dilakukan tim pelaksana, mengarahkan, melatih, menfasilitasi, monitoring evaluasi dan tanggung jawab, memprasyaratkan keseimbangan perempuan dan laki-laki,  dan mendorong partisipasi dan menumbuhkan rasa memiliki semua terhadap rencana aksi.

2.Mengefektifkan FLA (Forum Lintas Aktor) atau nama lain yang sejenis,  yaitu pameran kreatif best practice pemberdayaan. working group FLA, membuat potret FLA untuk pembenahan dan membangun komitmen, membangun diskusi tematik membangun komunikasi aktif, membangun kesepahama bersama antar FLA.

3.Menyumbang pada PAK, Memediasi semua stakeholder unntuk memahami visi / misi Kabupaten Gowa, saling membantu melalui MEL, melakukan sharing pembelajaran.

4.Peran ACCESS, Menfasilitasi sumber daya local, menyiapkan perangkat-perangkat untuk support system kebutuhan mitra misalnya : informasi – informasi tentang issu atau tematik program, maupun non program

5.Peran Mitra Strategis, menfasilitasi kebutuhan – kebutuhan taktis ( modul, alat-alat belajar, dll), membantu proses MEL.


Kabupaten Takalar
1.Mencapai visi/Outcome Challenge dari rencana aksi, Berkomitment dan mendukung untuk pencapaian PAK dan nilai-nilai TKLD, mengadakan pertemuan di internal lembaga untuk monitoring dan evaluasi capaian-capaian rencana aksi, melakukan, merefleksi dan evaluasi tentang capaian-capiannya, pembelajaran antar mitra-mitra ACCES, mengembangkan ide/gagasan dan kerjasama antara mitra-mitra yang memiliki issue yang sama, mendorong terbukanya ruang dan peluang untuk pencapaian rencana aksi dan kaderisasi.

2.Mengefektifkan FLA & PAK, Regular meeting/ diskkusi tematik dan rencana strategi FLA, mengkampanyekan visi kabupaten dan agenda rencana aksi melalui: Baliho,brosur, pameran, audiensi, festival, film documenter dll, mendorong peran FLA untuk menfasilitasi lembaga-lembaga dalam membangun kerjasama dengan SKPD dan pihak-pihak lain.

3.Peran ACCESS, Mendukung upaya-upaya untuk meningkatkan kapasitas FLA, sharing info dan jaringan.

4.Peran mitra strategis, Peguatan kapasitas IMS, women leadership dan GSI, penguatan kapasitas organisasi dan kelembagaan.

Demikianlah komitmen bersama dan rekomendasi ini kami buat, agar dapat menjadi rujukan bagi kerja-kerja strategis semua pihak dalam mewujudkan perubahan-perubahan yang direncanakan dalam rencana aksi untuk berkontribusi dalam pencapaian Visi TKLD Kabupaten.  

Makassar, 07 Oktober 2010



1.Zainuddin Daud (Direktur Yayasan Baruga Cipta) dan Moh. Hatta (Koordinator Program)

2.Moh. Kodri Tapa, (Direktur Program Lembaga Bumi Indonesia), dan Nurhayati, S.KM.,M. (Kes Koordinator Program)

3.Kaharuddin Muji (Direktur WaKIL), dan Sultan Darampa (Koordinator Program)

4.Darmawan D (Direktur The Gowa Centre), dan Hasina Fajrin (Koordinator Program)

5.Nurlia Ruma (Direktur YKM “Gowata”), dan Putri Ratu (Koordinator Program)   

6.Rais Fatta (Direktur Yayasan Pendidikan Lingkungan), dan Syafri Situju (oordinator Program)

7.Nurlinda (Direktur FIK KSM), dan Abdullah Hasan (Koordinator Program)

8.Bambang Sul (Direktur Yayasan Buana Samboritta), dan Nini Afriani (Koordinator Program)

9.Husain Mabe (Direktur LPMT),  M. Danial (Koordinator Program)

10.Faisal Amir (Direktur Lembara), dan Syamsuddin S (Koordinator Program)   

11.Abdul Hakim (Direktur LAM),  Sudomo (Koordinator Program)

12.Handoko Sutomo (Direktur Remdec)

13.Sartono (Koorprov ACCESS Sulawesi Selatan)

14.Hj. Ratnah Arasy (Program Officer ACCESS Sulawesi Selatan) (sultan darampa)

Rabu, 13 Oktober 2010

Bila Direktur Ketemu Dalam Satu Forum (3)

Makassar, (KBSC)
Sampai sejauh 2 malam satu hari pertemuan, atau katakanlah ketika memasuki malam ke-2 di Hotel Grand Wisata, maka capaian yang paling kuat atau paling menonjol adalah revleksi dari “training women leadhership”.

Pasalnya, ketika Mbak Titik dari Gita Pertiwi Solo menfasilitasi forum ini, dengan cara brainstorming oleh masing-masing peserta dari 4 kabupaten, maka yang pertama kali buka suara adalah salah satu mitra ACCESS dari Kabupaten Takalar, --sekedar informasi kawan-kawan Takalar memang dinilai sangat kuat progress yang dicapainya pada setiap bulan.

Mitra ini melaporkan bahwa “sekedar Mbak Titik ketahui, bahwa training yang difasilitasi dulu Mbak Titik, maka kita di Kabupaten Takalar paling berhasil. Kenapa, karena baru satu bulan lebih, katakanlah belum cukup 2 bulan lepas dari training women leadhership, maka sudah lahir seorang pemimpin perempuan, yaitu seorang camat diangkat atau baru saja dilantik waktu itu adalah dari perempuan. Ini menurut saya luar biasa,” kata kawan kita dengan semangat ‘45nya.

Forum pertemuan langsung sunyi senyap, kayak kuburan, sunyi merinding. “Hebat betul kawan-kawan Takalar, kalau dalam sebulan sudah mampu melahirkan seorang pemimpin perempuan sekaliber camat, bagaimana kalau sudah berjalan setahun atau 12 bulan, berarti dalam masa itu, minimal sudah ada 12 bakal pemimpin perempuan yang siap memangku jabatan formal,” kata kawan lain terkagum-kagum.

Di tengah kekaguman bercampur tawadhu, tiba-tiba ada seorang kawan nyerocos, kayaknya  POnya ACCESS, --(maaf, jangan sampai pencairan dana lembagaku dipending gara-gara menulis namanya, he he. Dia memporak-porandakan kesunyian forum. “Tunggu dulu kawan, coba chek ulang, betulkah karena hanya sebuah pelatihan yang waktunya hanya 4 – 6 hari, sudah mampu melahirkan seorang kader-kader pemimpin perempuan, apalagi sekaliber camat,” tanyanya.

Maka lagi-lagi gemparlah kembali forum pertemuan itu. “Oh ya, jangan sampai kita terlalu jauh meneropong capaian dari training WL. Jadi seolah-olah apa yang mau dicapai adalah harus jadi pemimpin structural, harus ada jadi camat, ada yang jadi kades, atau ada yang jadi istri bupati, baru dapat dikatakan training ini berhasil,” kataku merenung.

Seperti juga yang diungkapkan peserta lain, betulkah kita serius untuk memproduk bakal-bakal pemimpin perempuan, stuktur atau fungsional. Betulkah kita ikhlas bahwa potensi-potensi (SDM) perempuan sudah siap di daerah-daerah, baik dari segi stigma social, fisik, utamanya kemampuan knowledge, atau jangan sampai kita hanya terbawa mimpi orgasme, mimpi enak tapi menakutkan, karena terciptanya perlawanan social baik dari dalam rumah tangga maupun pada lingkungan social yang lebih luas.

Ataukah pertanyaannya, apakah daya dukung social dan budayanya dimana para bakal pemimpin itu berassimulasi sudah memenuhi beberapa prasyarat ? Dan seperti yang dikatakan fasilitatornya, Mbak Titik, untuk mencapai kondisi yang diimpikan bersama, tentu tidak semudah membalik telapak tangan. “Harus betul-betul by desaign, harus dipersiapkan untuk jangka waktu yang sangat lama, karena arah perubahannya bukan pada fisik, tetapi lebih pada cara berpikir, dukungan budaya, dukungan social lingkungan, dan lainnya, serta yang  tak kalah pentingnya adalah dukungan dan kondisi social rumah tangga yang harus lebih kondusif lebih dulu.

Tetapi bukan berarti kalau hal itu belum kondusif, maka lokomotif perubahan tidak dapat digerakkan, karena memang ada kondisi phisio-sosio yang  betul-betul dalam keadaan laten, sehingga mempercepat perubahan itu akan susah dicapai kalau harus saling menunggu.

Intinya adalah energy yang dapat digerakkan, maka disitu arasnya yang harus difokuskan. “He he he, kelihatannya kita serius ya”. Kata-kata itu kembali menjadi faktor kekacuan berpikir dan kekacauan suara-suara sumbang pada forum ini.

“Kalau saya, teorinya sih iya, maunya sih perempuan, itu juga disepakati kawan-kawan. Tapi jujurkah kita malam ini, coba kawan-kawan direktur tengok kiri dan kanan, (maksudnya disamping duduk anda semua), berapa persenkah diantara 20 pimpinan lembaga yang hadir malam ini dimana direkturnya adalah perempuan. He he, maaf, saya salah ucap,” kata kawan di sebelahku.

Jadi fakta ini, katanya, jangan dinafikkan, begitu kita sangat antusias bicara seolah-seolah sudah sampai di langit yang ketujuh, tapi eh, tahu-tahu diri kita sendiri yang belum ikhlas.

“Maaf, saya tidak mengajak kawan-kawan direktur untuk diganti lho. Maaf, kita agaknya bergeser ke topic selanjutnya lagi, karena ini area sensitive, hi hi hi,” kata Mbak Titik. Di-iya-kan juga oleh Mbak Dewi.

Akhirnya dari segala macam sesorah itu, maka diputuskan secara bersama-sama bahwa memang ke depan, teman-teman mitra langsung ACCESS masih membutuhkan penguatan-penguatan pada issu-issu gender, women leadehersip dan sejenisnya.

Akhir kata dari Mbak Titik dan Mbak Dewi, bahwa dibutuhkan ruang-ruang waktu tersendiri untuk mendiskusikan kapan teman-teman menyiapkan diri, tentu dengan lembaganya, untuk peningkatan kapasitas pada tematik tersebut diatas.

“Kasihan juga ya Mbak Titik dan Mbak Dewi, jauh-jauh naik pesawat ke sini, hanya bicara 2 – 3 jam saja, dan besoknya langsung balik pulang lagi,” kata kawan berprihatin.

“Kasihan sih kasihan, tapi ini juga momen bagi kedua Mbak itu untuk cepat-cepat pulang ke RTnya masing-masing. Tujuannya, agar dia juga berdiskusi secepatnya di keluarganya, siapkah dia berdua untuk memberi ruang kepada lakinya,” kawan lain menimpali. Tapi he he he, maaf ini sekadar intermesso.


Bersambung,… yuk,… (sultan darampa)

Selasa, 12 Oktober 2010

Bila Direktur Ketemu Dalam Satu Forum (2)

Makassar, (KBSC)
Yang menggelitik juga dalam forum ini, adalah ketika Pak De (panggilan akrab Sartono) dengan bahasa lugas menyentil para mitra langsungnya. “Kalau minta tanda tangan, maunya cepat, tetapi kalau bicara sudah sejauhmana program itu dijalankan, jawabnya laporannya sementara disusun, katanya datanya ditunggu dari lapangan, dan seribu macam alasan,” timpal Pak De.

“Betul itu Pak De, bagaimana soal janjinya Karma (Karaeng Made, salah satu mitra ACCESS di Kabupaten Takalar), apa sudah direalisasikan ?,” tanya peserta dari Kabupaten Gowa.  “Wah itu janji sudah dilupa, nanti diingat lagi kalau mau tanda tangan pencairan, ha ha ,” tegas Pak De.

Menurut gossip yang pernah beredar di kalangan mitra ACCESS, waktu itu Karma pernah berjanji kepada Pak De, katanya, “Pak De, kalau proposalku diterima ACCESS Bali, kita akan potong kambing,” begitu kira-kira janji politik Karma.

Sebenarnya Pak De tidak percaya, cuma karena material janjinya terlalu besar, yakni seekor kambing, spiecies Kambing Australia lagi, akhirnya Pak De “tergiur”. “Wah, tidak tuh, mungkin kambingnya takut masuk kota Makassar, sehingga tidak pernah sampai di rumahku,” kata Pak De mengelak.

“Tiba-tiba saya nyelutuk, hebat ya perubahan perilaku para direktur, segala peta strategis ditempuhnya, yang penting RAnya aman,”  kataku.

Mendapat tekanan politik seperti itu, Karma langsung mengelak, “maaf Pak De, karena situasi dan kondisi Kabupaten Takalar tidak stabil, cukup banyak gangguan keamanan, belum lagi kita sibuk dan terus bersama-sama masyarakat, maka “nazar” itu ditunda,” elak Made dipomatis. “Ditunda ya, tanpa ada batas waktu yang jelas, he he,” sambungku.

Riuh-rendah pertemuan itu menjadi jurus-jurus ampuh mengakrabkan peserta antarkabupaten, --memang diakui baru pertama kali 4 kabupaten dari semua pimpinan mitra ACCESS bertemu dalam satu forum. Sekedar catatan : “pertemuan direktur ini, adalah wadah perluasan pembelajaran yang sangat efektif, selain membangun silahturahmi, juga tercipta protokoler informasi, sehingga nilai-nilai pembelajaran yang terjadi disetiap mitra dapat disher di tempat ini”. 

Lanjut soal tadi,…

Tapi tiba-tiba dengan wajah yang serius, Pak De langsung membeberkan strateginya ACCESS. “Bahwa kita memang hebat, coba bayangkan dari semua mitra ACCESS ini masing-masing memiliki kemampuan dan kekuatan yang berbeda-beda, ada yang bekerja diissu public, di perencanaan partisipatif, dan lain-lain, bahkan ada mitra kita yang bekerja khusus “gali parit”.

Kontan peserta saling lirik, saling duga, saling mencurigai, siapa lagi yang kali ini kena lemparan sindiran. Eh, selidik punya selidik, ternyata kawan-kawan yang konsentrasi di PSDA, menyuarklah  suara dalam kelas yang dari semula hanya suaranya Pak De yang mengema pada dinding-dinding beton hotel. “Kali ini kau kena batunya, siapa suruh sok jaim, ha ha, eh nyatanya hanya kerja parit,” ledek peserta.

Jam dinding terus merambat jauh, tak terasa sudah setengah harian kita berdiskusi dengan sambal guyon yang khas Sulawesi, tibalah saatnya, Mas Handoko mempertegas capaian pertemuan. “Bagaimana tanggungjawab dan peran direktur di dalam memperkuat pencapaian visi kabupaten. Selain itu, juga dibahas energy-energi besar di setiap kabupaten yang pernah digagas kawan-kawan bersama ACCESS, yaitu forum lintas actor. Bagaimana kondisi forum ini, apakah biasa-biasa saja, ataukah ada sesuatu yang luar biasa, ataukah sedang merayap, ataukah ‘bunyinya’ sudah betul-betul redup alias mati suri”.

Pertanyaan ini kelihatan sederhana, tapi cukup menyentuh, bahkan menelisik nurani gerakan bagi kawan-kawan direktur, --kalau manager program, seperti saya, tentu tidak, ha ha. Seolah-seolah baru tersadar dari tidur panjangnya yang lelap, dan kelelapan itu adalah karena memang betul-betul “mugso” atau lenyap dari ikatan nurani, atau seolah-olah atau dipaksa mugso.

Karena  faktanya adalah ketika kawan-kawan sedang asyik bercumbu dengan programnya, kita sama-sama terlena, kita lupa dan sengaja melupakan diri tentang sebuah energy yang pernah mengantar kita sebelum memasuki yang namanya “program”.

Akhirnya, sepakat tidak sepakat, fakta berbicara benar bahwa kandisi FLA pada masing-masing kabupaten lagi kondisi abnormal, tidak sehat, dan sering batuk-batuk kering. Penyebabnya, support system yang pernah menjadi komitmen, dan alat berhimpun, alat diskusi, alat shearing, atau apa pun namanya, sudah ditelantarkan.

Malah kalau ditelisik lebih jauh, sudah ada yang saling memanfaatkan, sudah saling menyalib, sudah tidak baku sapah lagi, sudah saling berlumba untuk sesuatu yang bertentang dengan komitmen awal. Ini yang ironi, ini yang mengkhawatirkan, dan ini yang mendekati titik nadir.

Akhirnya puncak dari muntahan gondok,muntahan unek-unek yang selama menggelentung di dada para direktur dikeluarkan, atau dipaksa dimuntahkan, sehingga yang tersisa kemudian adalah pikiran-pikiran asset based, adalah pikiran untuk maju lagi, adalah pikiran untuk bangkit kembali, dan adalah nazar untuk mengevaluasi diri kearah perubahan (berpikir dan perilaku) yang lebih baik.

Dan janji, ikrar, dan petisi kemudian dikeluarkan, untuk kembali bersama-sama membangkitkan, membenahi forumnya para actor ini. Dan semua kabupaten, bersepakat untuk membenahi kembali FLA dalam bulan ini juga, kemudian manajemen ACCESS Sulawesi Selatan lagi-lagi sudah siap menerima laporannya.

Bahkan Kabupaten Gowa, --tidak bermaksud mencuri star atau cari muka, pembenahan FLA dilaksanakan di Lesehan Bili-Bili pada Hari Sabtu, tanggal 16 Oktober 2010. Informasi ini selain bersifat pemberitahuan juga undangan.

Bersambung,…. (tulisan terakhir adalah petisi / deklarasi) bersama antara mitra langsung dari 4 kabupaten di Sulsel, ACCESS sendiri, dan mitra strategis ACCESS. (sultan darampa)

Jumat, 08 Oktober 2010

Bila Direktur Ketemu dalam Satu Forum

Makassar, (KBSC).
Sejak hari Selasa hingga Kamis (tanggal 6 – 8 Oktober 2010) adalah hari yang agak ‘aneh’ bagi sekelompok orang, atau bagi sekompok pimpinan organisasi nirlaba. Soalnya, sejak check in di Hotel Grand Wisata, Makassar, sudah membuat heboh, dan malah membuat bingung (bengong) para staffing hotel.

Soalnya, judul acaranya adalah “pertemuan direktur”, menilik dari kata-kata ini, maka pikiran dan otak para penerima tamu hotel adalah gambaran sosok peserta pertemuan itu adalah berbadan gendut, kepala licin, pakaian necis, kulit putih mulus, dan orangnya tentu ramah-ramah. Pendeknya mengerti “adat istiadat”.

Tapi kenyataannya berbalik 180 derajat, karena peserta yang hadir pada pertemuan direktur ini adalah berbadan kurus ceking, sedikut kumal, kepala gondrong tak teratur, pakaian apa adanya, kulit hitam legam terbakar matahari, dan orangnya sangar-sangar. “Kok para direktur yang datang begini tampangnya… ya, heran que,…. Ha ha,” demikian kira-kira para staff hotel membatin menatap keheranan yang dihadapinya.

Para direktur yang mendapat tatapan mata seperti itu juga tak kalah herannya, “kami ini salah apa ya, padahal inilah penampilan terbaik saya, apalagi kami mau masuk hotel, tentu tahu adat istiadat,” kata para direktur. “Makanya pak kalau masuk hotel tolong jangggut dirapikan, karena disangka teroris,” kata temannya  menimpali.

Lebih kacau lagi, para direktur dan manajer program yang berasal dari 4 kabupaten di Sulsel ini (Gowa, Takalar, Jeneponto dan Bantaeng) begitu kumpul langsung meracau tak karuang. “Eh bung, jangan mengaung-ngaung, ini bukan hutan,” celutuk salah seorang peserta memperingatkan akan suasana.

Tapi seperti hujan badai yang turun dari langit, teguran itu tak dihiraukan, apalagi diwarnai sedikit “rasa haru”, karena begitu bertatap mata, mereka langsung peluk-pelukan, (tentu yang sesama jenis), saling mengelus jenggot, dan beragam adegan  yang “memilukan”.

Dan keesokan paginya, ketika Koordinator ACCESS Sulawesi Selatan membuka acara dengan gaya sambutannya yang khas Guru Bangsa, maka Pak Sartono, memberikan pengarahan-pengarahan kepada peserta. Aneh dan bin ajaib, arahan-arahan itu bukannya dianggap sakral, atau serius, malah disambut bak lelucon.

“Tak heran kalau para direktur adalah pelawak-pelawak handal, karena memang Koordprovnya saja lebih jago melucu lagi, kayaknya dia pelawak jempolan, sayang karena besar di Makassar sehingga beliau hanya guru bangsa, coba kalau besar di Jawa, pasti sudah terbagung dalam SRIMULAT, bersama-sama tarsan,” urai peserta dengan gaya analisis ilmiahnya.

Yang jadi bengung justru fasilitator, Pak Handoko, Direktur  Remdec Swaprakarsa. Dia kebingungan menganalisis, mana bahasa yang serius, atau bahasa TOR kegiatan, mana bahasa guyon. Akhirnya, sang fasiltiator pelan-pelan membaca situasi, dan tak lama kemudian, diapun ikut arus, malah tergadang dia lebih ngaco lagi, hampir-hampir  gaya lawakannya menyaingi Pak De.

He, he, dasar pertemuan direktur pelawak,….. bersambung.  (sultan darampa)

Sabtu, 02 Oktober 2010

Training Penjajakan dalam Perencanaan Paritsipatif Kabupaten Gowa

Tim manajemen dan fasilitator, serta panitia tengah mempersiapkan seluruh kebutuhan training.

Perencanaan Partisipatif, adalah sebuah gagasan tentang bagaimana pentingnya sebuah desa harus memiliki dokumen perencanaan yang betul-betul disusun, dan melibatkan semua unsur dan elemen dalam masyarakat  pada suatu desa. Utamanya bagi kalangan perempuan, kelompok miskin, kaum muda dan orang-orang termarginal.

Gagasan ini kemudian dituangkan dalam bentuk kerjasama antara ACCESS – AusAID dengan Pemerintah Kabupaten Gowa, yang kemudian dijalankan oleh Yayasan WaKIL atas mandat program dari ACCESS dan Pemerintah Desa atas persetujuan Pemerintah Kabupaten Gowa melalui Bupati Ichsan Yasin Limpo.

Yayasan WaKIL kemudian merancang program ini dalam bentuk rencana aksinya yang diberi judul “perencanaan partisipatif dalam penyusunan rencana pembangunan jangka menengah desa (RPJMDes) dan sistem bank data desa. Dan untuk Kabupaten Gowa sebanyak 26 desa yang terlibat dalam program ini dengan menggunakan metodologi CLAPP-GSI.

Metodologi CLAPP-GSI melakukan pengkajian berupa peringkat kesejahteraan masyarakat (PKM), sensus sosial, pemetaan sosial, sejarah sukses desa, pentagonal asset, analisis  gender, hubungan kelembagaan, kelender harian dan musim, serta sejumlah alat-alat kajian lainnya. 

Kenapa program Perencanaan Partisipatif di Kabupaten Gowa dikerjakan oleh Yayasan WaKIL. Demikian Direktur Eksekutif  Yayasan WaKIL, Kaharuddin Muji mengawali penjelasannya pada acara sosialialisasi program di Hotel Pesanggrahan Kota Malino, baru-baru ini.

Alasannya, sebab akhir tahun 2009 atau awal 2010, kita telah melakukan penjajakan di beberapa kecamatan, termasuk beberapa desa di dataran tinggi, dan daerah perkotaan yaitu Kecamatan Palangga. Dari situ, WaKIL mencoba membangun komunikasi kerjasama dengan ACCESS dengan agenda-agenda sosial.

Tapi jauh sebelum itu, juga WaKIL telah kerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Gowa soal advokasi alokasi dana desa. Pengalaman ini juga semakin menguatkan WaKIL melakukan program ini.

Sebenarnya bukan hanya WaKIL yang bekerjasama dengan ACCESS, di Kabupaten Gowa ada 5 lembaga (LSM) yang juga bekerja sama dengan ACCESS, tetapi temanya berbeda, misalnya ada LSM mengambil tema pengelolaan sumber daya, perempuan dan pelayanan ekonomi, pelayana pendidikan alternative, serta pelayanan hukum, juga tentang pelayanan kesehatan.

Dari situ, mungkin ada diantara bapak dan ibu, yang sudah mengetahui atau bekerja sama juga dengan LSM kawan-kawan itu. Cuma khusus dengan Perencanaan Partisipatif ini memang usulannya dari Pemerintah Pusat.

“Aturan hukumnya sangat kuat,  coba kita lihat dasar hukumnya kenapa kita mengelola program perencanaan partisipatif ini.  Mulai dari  UU No. 25/ 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah,” kata Mujid

Juga, SK Mendagri Nomor 050/987/SJ tahun 2003, PP No.72 tentang Desa & PP N0.73,
SEB Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri Dalam Negeri nomor 008/M.PPN/0I/2007 dan 050/264A/SJ Tahun  2007.

Malah, ada Perda Provinsi Sulawesi Selatan N0.2 Tahun 2010 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah (Sisrenbangda). Dan yang lebih utama adalah Peraturan Daerah (Perda) No.03 tahun 2004 tentang Transparansi Penyelenggaraan Pemerintahan Kabupaten Gowa
Perda No.04 tahun 2004 tentang Partisipasi Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Kabupaten Gowa.

Dengan rangkaian dan proses yang diharapkan dari program ini, maka mimpi desa adalah adalah pertengahan tahun mendatang, 2011, 26 desa di Kabupaten Gowa sudah memiliki dokumen Perdes RPJMDes dan Sistem Bank Data Desa. (sultan darampa)