Minggu, 06 Februari 2011

Gowa “Menabur” Bintang Perencanaan di 26 Desa


 Salah satu bentuk perencanaan yang diusung dari bawah, dimana warga dusun dan RK secara aktif memeriksa rencana-rencana desa yang telah disusun secara bersama. Ini pula contoh "public complain" secara partisiaptif.

Makassar, (KBSC).

Phase-phase penting telah dilewati Yayasan WaKIL dalam proses mengusung perencanaan partisipatif melalui skema kerjasama ACCESS-IDSS Australian Agency International Development. Phase penting itu adalah penjajakan (penyiapan dan perampungan data base desa), dan perencanaan (visi, misi dan matriks-matriks rencana desa serta rencana kegiatan desa 5 tahunan).

“Saya memberi apresisasi sebesar-besarnya kepada seluruh masyarakat yang terlibat didalam program ini, terutama KPM dan kepala desa yang telah banyak merespon program ini, semoga kedepan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan pembangunan semakin dikedepankan, sehingga kekuasaan sesungguhnya ada ditangan rakyat, dan pemerintah senantiasa menjadi pamong bagi rakyatnya,” demikian kata sambutan Kaharuddin Muji, Direktur Eksekutif Yayasan WaKIL pada penutupan Reviuw Refleksi Triwulanan ke-2 Perencanaan Partisipatif Yayasan WaKIL-ACCESS, di Wisma Amkop, 3 – 5 Pebruari 2010.


Dalam refleksi kali ini, peserta seluruhnya sekitar 100-an orang, yang terdiri atas 78 para bintang-bintang perencanaan dari desa, fasilitator pendukung (kecamatan) 13 orang, ditambah panitia dan manajemen program dari Yayasan WaKIL. 

Para bintang perencanaan ini telah menyiapkan draft, sebagian besar sudah ada yang selesai, dokumen rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) bagi desanya masing-masing, malah sudah ada 3 desa, yaitu Parigi, Mengempang dan Lonjoboko, dokumen RPJMDesnya telah selesai dibundel.

Malah, Syamsu Alam dan Andi Herawati, tim pendukung metodologi perencanaan dari Yayasan Mitra Samya, telah memberi catatan khusus bagi para bintang, agar melihat ulang beberapa hasil-hasil matriks, terutama juga soal visi dan misi desa.

Menurutnya, karena kalau hal itu kurang teliti, atau ada hal-hal yang dianggap penting dan sangat vital bagi desa, tetapi terlupakan untuk dimuat dalam dokumen itu, maka nilai dokumen sebagai “kitab desa” juga berkurang nilainya.

Tetapi, ia menambahkan, secara substansif, ke-26 desa ini tidak ada masalah, hanya ada beberapa yang perlu pengidetan, sehingga bahasa-bahasa yang digunakan juga bahasa Indonesia yang baku, tetapi bukan berarti kaku, karena bagaimana pun juga yang menyusun dokumen ini yang kemudian difasilitasi para bintang desa itu adalah orang-orang dari desa, yang tentu sejarah pendidikan yang dimilikinya tidak sekuat pengalaman pendidikan yang dimiliki legislator (anggota DPRD), meski secara kualitas dapat dipersandingkan.

“Secara pribadi saya sangat gembira capaian yang telah dilakukan oleh bintang-bintang perencanaan ACCESS-WaKIL yang telah bekerja sekitar 6 bulan di desa,” kata Syamsu Alam. Lanjutnya, semua itu adalah betul-betul gambaran dari sebuah partisipasi dan full keswadayaan, karena memang selama ini, ke-26 pemerintah desa tersebut terbukti nyata telah mensupport para bintangnya (kader-kader pemberdayaan masyarakat, atau KPM), termasuk pembiayaan pertemuan-pertemuan di desa.

Direktur Eksekutif WaKIL mengakui, selama proses ini berlangsung banyak tantangan yang dihadapi para bintang, tetapi semuanya terbukti telah dilewati dengan capaian yang sukses, dan salah satu kata kunci kesuksesan itu adalah pengakuan dari 16 kabupaten yang masuk pada program ini, dimana Kabupaten Gowa adalah bintang utama dari kategori kabupaten baru.

“Capaian ini terjadi karena kerja keras yang kolektif bagi semua bintang, kepala desa dan seluruh perangkat manajemen program ini,” lanjutnya.

Nah, untuk melanjutkan cerita sukses itu, maka para bintang diminta untuk menyiapkan lagi energy-energinya untuk ikut pameran dokumen RPJMDesa se-Kabupaten Gowa. “Kita akan memperlihatkan kepada dunia perencanaan yang selama ini dikambinghitamkan bahwa proses perencanaan, termasuk di desa adalah top down, nah di pameran ini nantinya, akan menjadi bukti bahwa masyarakat miskin, kaum marginal, kelompok muda dan perempuan, mampu mambangun perencanaan dari proses yang paling dibawah, mulai dari keluarga, hingga ke RK, hingga ke dusun, sampai ke desa, dan dilanjutkan ke kecamatan dan kabupaten,” kata Daeng Muji.

Daeng Muji juga meminta agar para bintang secara sukarela dan jujur kembali menceritakan perjalanan yang dialaminya selama mengusung perencanaan di desanya masing-masing, tentu ada suka, ada duka, berikut tantangan yang dialaminya. “Semua diceritakan secara gamblang, biar kita semua, masyarakat dan public Indonesia mengetahui perjalanan batin para bintang-bintang perencanaan desa Kabupaten Gowa ini,” kuncinya. (sultan darampa)

Selasa, 01 Februari 2011

RUU Desa Perlu Mendapat Pengawalan dari Warga Desa

Maket, atau peta sosial yang dibuat warga bersama kader-kader pemberdayaan masyarakat (KPM) Desa Julubori, Kecamatan Palangga mengantar Kabupaten Gowa sebagai juara umum 1 kategori kabupaten baru program "Perencanaan Partisipatif" kerjasama ACCESS - Yayasan WaKIL. Kepala Desa Julubori, Muhammad Ansar mewakili Pemkab Gowa dan Yayasan WaKIL menerima plakat penghargaan.

Makassar, (KBSC)Draft rencana undang-undang tentang desa 2007 yang tengah dipersiapkan Kementerian Dalam Negeri RI setebal 58 halaman itu, dalam seminar “temu bintang perencanaan” yang dimulai tanggal 25 – 27 Januari 2010,  mendapat perhatian serius dari 500 peserta seminar.

Dimana salah satu rumusan dalam seminar itu dimana peserta meminta agar RUU tersebut perlu dikawal dengan serius, utamanya elemen aparat dan warga desa dari seluruh Indonesia. “Kita perlu mengawal RUU ini agar dalam 

“RUU tentang desa perlu dikawal oleh semua pihak terutama kementerian dalam negeri demi kemandirian dan kedaulatan warga desa dalam rangka mewujudkan otonomi desa dan desa sebagai pusat pertumbuhan,” demikian bunyi petisi ke-2 dari rumusan strategis seminar temu bintang perencanaan.

Menurut salah seorang peserta, Ilyas Dg.Laja, guna mewujudkan penerapan otonomi asli maka dibutuhkan selain kebijakan atau regulasi yang lebih dikuatkan bersama warga desa, juga yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana pemerintah berinisiatif untuk membangun atau mendorong sistem bank data desa.

“Sehingga semua asset yang dimiliki desa, termuat atau tercatat di dalam dokumen desa, sebab dari bank data itu, baru kemudian dipakai untuk bahan-bahan rumusan kebijakan, atau untuk dipersiapkan dalam perencanaan jangka menengah bagi desa,” katanya.

Selain itu, peserta juga merekomendasikan, singkronisasi antar kementerian, penting untuk mencegah terjadinya persaingan program tidak sehat antar kecamatan sampai kepada antar SKPD di tingkat provinsi dan kabupaten (integrasi program/sektor dan actor), termasuk produk peraturan yang dilahirkan antar kementerian harus bersinergi dan tidak tumpang tindih.

“RPJM 5 tahun, jabatan Kepala Desa 6 tahun, Penetapan dan hitung-hitungan ADD (Permendagri) dengan Kebijakan Menteri Keuangan (DAU),” tulis rekomendasi.

Menurutnya, proses Musrenbang perlu dilakukan secara sungguh-sungguh. Pengawalan sampai pada tahap penetapan (dokumen perencanaan dan penganggaran). Oleh karena itu kerjasama yang baik antar warga, fasilitator, OMS dan pemerintah serta DPRD menjadi penting.

Otonomi desa pada dasarnya bukan pemberian dari pemerintah pusat, sebagaimana otonomi provinsi dan kabupaten/kota. Akan tetapi, otonomi desa pada dasarnya merupakan perkembangan dan kebutuhan warga desa. Oleh karena itu kewenangan desa perlu diperluas dan dipertegas untuk mengurus dan mengatur.

Dipandang penting dan mendesak untuk setiap desa menghasilkan data-data yang akurat terutama data social desa, katanya, sehingga setiap desa wajib mengisi profil desa yang di udate secara rutin (setiap tahun). “Prosesnya harus mendorong rakyat menjadi pelaku utama dalam mengembangkan data sebagai basis perencanaan,” jelasnya

Rekomendasi itu juga menyinggung soal pemanfaatan ADD pada hakekatnya disesuaikan dengan kebutuhan dasar setiap desa. Sehingga penggunaan ADD menjadi kewenangan desa untuk mengatur dan mengelola.

Kerjasama antar lembaga pemerintah disemua level sudah menjadi suatu keharusan yang diberlakukan, jika kita ingin melihat efektifitas program-program yang telah dirumuskan secara partisipatif oleh warga desa

Ruang dan kesempatan serta proses-proses penguatan kapasitas yang tersedia dan memadai akan mampu meningkatkan peran-peran perempuan, kelompok miskin dan kelompok marjinal dalam proses-proses pembangunan yang lebih strategis termasuk menempati posisi yang strategis pada lembaga atau organisasi.

“Musrenbang khusus perempuan, merupakan terobosan yang menarik untuk penguatan kapasitas perempuan termasuk menjamin kepentingan perempuan dalam program pembangunan terakomodasi,” mencontohkan.

Ia mengatakan, proses advokasi anggaran program desa harus dilakukan kepada SKPD dan DPRD untuk menjamin konsistensi dan sinkronisasi antara anggaran dan perencanaan desa. Contohnya: pagu dan quota kecamatan dari SKPD harus dijelaskan pada saat Musrenbangkec, sehingga akan menjadi proses untuk kompetisi positif antar desa.

Disamping itu, perlunya peningkatan kapasitas dan komitmen Aparatur Pemerintahan termasuk Kepala Desa untuk menjamin perwujudan TKLD dalam pengelolaan pembangunan. Contoh: Praktek Kepala Desa Rappoa, Karya Jaya, Kopang Rembiga dan Desa di Kec. Haharu dalam pengelolaan pembangunan desa yang akuntabel dan transparan mendorong perubahan perilaku warga terhadap kewajiban sebagai warga negara.

“Untuk mewujudkan satu desa satu rencana perlu didukung regulasi yang memadai agar dapat digunakan sebagai acuan pembangunan. Dokumen rencana yang dihasilkan harus mampu memobilisasi sumberdaya (asset desa) dan tidak hanya untuk mendapatkan bantuan dari luar,” demikian rumusan-rumusan dari hasil seminar temu bintang perencanaan dan pameran hasil-hasil RPJMDes, mulai tangal 25 hingga 27 Januari 2010, di Hotel Clarion, Makassar.(sultan darampa)

Pembukaan Temu Bintang Perencanaan

Suasanan Pembukaan "temu bintang perencanaan dan pameran hasil-hasil RPJMDes" di Hotel Clarion Makassar, tanggal 25 - 27 Januari 2011.

Makassar, (KBSC)
Pemerintah Sulawesi Selatan menyambut positif kegiatan “temu bintang perencanaan dan pameran hasil-hasil RPJMDes, di Hotel Clarion Makassar. Dalam temu bintang dan pameran yang untuk pertama kalinya ini dilaksanakan di Makassar, akan dihadiri utusan dari 4 propinsi (Nusantenggara Barat, Nusantenggara Timur, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan), serta 14 kabupaten.

Setiap kabupaten mengirimkan utusannya minimal 4 orang, yang terdiri atas perutusan masing-masing lembaga pendamping (LSM), mitra langsung LSM seperti fasilitator atau kader-kader pemberdayaan masyarakat yang bekerja pada satu desa, warga penerima dampak, dan utusan dari pemerintah kabupaten yang biasanya diwakili SKPD Bappeda atau BPM-PD. 

“Kalau terhitung semua perwakilan kabupaten dan propinsi, ,maka total peserta keseluruhan, yaitu sekitar 120 orang. Belum termasuk panitia lokal, dan pihak ACCESS-IDSS sendiri,” ungkap Sartono, Koordinator ACCESS-AusAID Propinsi Sulawesi Selatan, ahad (23/1).

Menurut Sartono, temu bintang perencanaan dan pameran hasil-hasil perencanaan partisipatif dalam menyusun rencana pembangunan jangka menengash (RPJM) desa ini, bertujuan untuk merayakan keberhasilan para bintang dalam mengusung kegiatan perencanaan dan penganggaran pembangunan partisipatif dari masing-masing wilayah.

“Juga, menyediakan ruang dan kesempatan para bintang untuk berbagi secara interaktif dan dinamis. Menumbuhkembangkan inspirasi para bintang untuk meningkatkan strategi inovasi pemberdayaan warga dan organisasinya dalam berinteraksi dinamis dengan pemerintah dan stakeholder kunci lainnya melalui isu-isu perencanaan dan penganggaran pembangunan desa yang partisipatif, inclusive gender dan sosial,” katanya.

Ia juga menambahkan, selain itu, perlu juga mengembangkan jejaring dari tingkat nasional hingga ke tingkat daerah terkait isu perencanaan dan penganggaran pembangunan desa yang partisipatif dan mereka memahami bagaimana mendapatkan manfaat dari jaringan tersebut.

Maka kegiatan-kegiatan pelaksanaan temu bintang selama tiga hari ini, adalah pameran foto-foto dan visual-visual lainnya, serta produk-produk inovatif perencanaan dan penganggaran partisipatif.

“Kami juga menggelar seminar dan lokakarya dengan tematik seperti berbagai regulasi yang mendukung perkuatan partisipasi warga dalam pembangunan desa untuk menjadikan “satu desa satu rencana’, Integrasi  perencanaan dan   penganggaran  desa/ kelurahan ke dalam mekanisme dan system perencanaan pembangunan daerah, Musrenbang, PNPM dan Community Empowerment (Pemberdayaan Masyarakat), Upaya pemberdayaan dan penguatan kapasitas warga dalam mendorong suara dan pilihan perempuan, kelompok miskin dan kelompok termarginalkan lainnya dalam proses pembangunan desa yang partisipatif,” lanjut Pak De’, panggilan akrab Sartono.

Sartono juga mengakui, selain kegiatan tersebut diatas, masih ada kegiatan lain seperti testimoni dan demonstrasi tema-tema spesifik dalam proses perencanaan & penganggaran pembangunan, benchmarking per-kabupaten, menggalang komitmen dan deklarasi, action plan bagi masing-masing propinsi dan kabupaten, dan yang terakhir adalah Pemilihan Bintang dan pemberian cindramata. (sultan darampa)