Senin, 27 Juni 2011

BINTANG PERUBAHAN : Politi Perempuan Desa

Politisi perempuan. Panggilan ini karena dia satu-satunya anggota BPD dari 11 anggota BPD Desa Julubori, dan sepanjang pemerintahan Desa Julubori untuk pertama kalinya diduduki oleh kaum perempuan.

Ia memang bukan orator ulung, ia juga bukan singa betina panggung, ia juga tidak piawai dalam menyusun kata-kata dan argumentasi. Karena ia tidak pernah didik untuk menjadi politisi, tapi karena cita-citanya untuk mendorong dan mengangkat perempuan-perempuan Desa Julubori untuk berperan, membantu sang suami-suami agar kehidupan ekonomi rumah tangga menjadi semakin baik.

Itulah Mantasia Dg Bollo, perempuan single parent yang tinggal di Desa Julubori telah menyumbangkan hidupnya bagi aktivitas sosial di desanya, tak ada pertemuan-pertemuan tingkat desa yang tak akan diikutinya, dan tak ada pula organisasi-organisasi di desa yang tak ikut didalamnya. Tujuannya, agar semua itu, ada perempuan-perempuan yang terlibat aktive dalam kegiatan sosial di desa, juga agar setiap organisasi di desa harus ada keterwakilan perempuan.

Dg Bollo bermimpi ke depan, agar tidak ada lagi anak-anak yang putus sekolah karena ketidakmampuan orang tuanya menyekolahkannya, apalagi sekarang pendidikan di Gowa gratis.  Meski gratis, tapi transport dan kebutuhan lain tetap menjadi tanggungjawab orang tua, sehingga masih banyak dijumpai anak-anak putus sekolah di desanya.

Dia juga mengharapkan agar peremuan-perempuan mendapat pendidikan keterampilan, misalnya keterampilan menjahit, keterampilan mendaur ulang sampah menjadi bahan tas, atau aksesoris lainnya, juga kemampuan bagi perempuan untuk membuat anyaman-anyaman.

Bagi Dg.Bollo, ia terus bekerja bagi desanya, dan meminta kepada pemerintah desa agar setiap program-program dibuka secara bersama-sama, dirapatkan atau dimuasyawarakan, sehingga roda pemerintahan Desa Julubori berjalan ke arah yang lebih optimal.

“Untuk pertama kalinya Kades Julubori telah melibatkan semua unsur dalam pengambilan keputusan bagi pemerintahan desa. Kita selalu bersama-sama mengambil keputusan, jadi kekuatan Desa Julubori terletak pada warga yang dilimpahkan (dimandatori, red) melalui BPD, lembaga-lembaga desa dan organisasi-organisasi desa,” ungkap Dg. Bollo.

Ia juga mengharapkan ke depan, agar inisiatif peraturan-peraturan (regulasi red), mendapatkan bimbingan atau pelatihan dari luar, sehingga aparatur desa dan segala sistem penyokongnya dapat mengetahui dengan baik pembuatan peraturan atau regulasi yang ada di desa.  

*********
Mantasia yang akrab dipanggil Dg Bollo,adalah perempuan yang ulet, tanpa dukungan suami,  ia terus bekerja untuk menghidupi orang tuanya, adik-adiknya dan keluarga lainnya.  Jadi setiap hari Dg Bollog berada di warung daruratnya jika tidak ada kegiatan-kegiatan di desanya.

Sejak awal, kira-kira tahun 1988, Dg Bollo sudah ikut aktif terlibat di dalam PPK, waktu itu Dg Bollo masih sekolah, SMA. Kemudian setelah tammat, juga masih aktif di Pos Yandu. Pada Pos Yandu sebagai ketua pos, maka tugas-tugas kesehariannya adalah menimbang bayi. Ini dilakukan semata-mata pengabdian sosial, karena baginya soal honor atau gaji tidak terlalu dipersoalkannya, karena dia sendiri punya jualan-jualan kecil, meskipun itu omsetnya sangat kecil.

Membantu kaum ibu-ibu dalam pelayanan kesehatan, baginya sudah merupakan kesenangan tersendiri,hal ini dapat dibuktikan ketika ada kegiatan pos yandu yang merupakan bagian dari program strategis desa, maka terpaksa harus meninggalkan kegiatan jualannya.

Kesuksesan di pos yandu, mengantar Dg Bollo, (perempuan yang katanya ketakutan menikah, karena teman-temannya banyak punya pengalaman gagal dalam mempertahankan keluarganya, alias cerai), dipercaya memimpin kelompok SPP (simpan pinjam khusus perempuan, sebuah program dari PNPM).

Dengan SPP ini, maka kekuatan ekonomi warga terus bergerak, malah SPP ini semakin membuat warga, utamanya anggota kelompok selain mendapatkan penambahan modal kerja, atau modal jualan, juga sudah dana simpanan bersama.

Prestasi Dg Bollo di SPP ini semakin mengantar masyarakat untuk membangun dirinya, termasuk membangun ekonomi keluarganya, dengan pengembangan usaha-usaha alternatif bagi ibu-ibu desa.

Kemudian atas kesepakatan bersama, Kades Julubori Muhammad Ansar, telah meminta agar seluruh kelompok-kelompok mempersiapkan kelengkapan organisasinya kelompoknya, karena akan mengelola ternak unggas secara bersama-sama. Ternak unggas ini atas inisiatif warga yang selama ini telah beternak dengan baik, apalagi adanya dukungan sumber daya alam, tetapi hanya dikelola secara berorangan.

Dengan tenak itik dan ayam kampung ini, maka bentuk pengelolaannya diatur oleh masing-masing kelompok. Makanya, setiap ketua kelompok, termasuk Mantasia sebagai Ketua Kelompok II Program Keluarga Harapan (PKH) Departemen Sosial, juga akan mengelola ternak itik atau ayam kampung. (sultan darampa)

Selasa, 21 Juni 2011

BINTANG PERUBAHAN : Jual Nasi Sambil Fasilitasi Kelompok

Nanang Ikrani adalah seorang ibu yang usia 25-an tahun dengan anak dua orang. Sehari-hari bergelut dengan demi pemenuhan ekonomi keluarga, dengan menghidupi 3 orang anggota keluarganya, yaitu dua orang anaknya dan seorang adiknya.

Kehidupan Nanang terasa sangat berat, apalagi untuk kebutuhan biaya pendidikan anak-anaknya. “Saya membesarkan anak-anakku tanpa suami, dimana suamiku meninggalkan saya sejak delapan tahun yang lalu,” katanya sambil mengenang masa lalu.

 Untungnya Nanang mendapatkan sokongan dari program Dinas Sosial melalui program keluarga harapan (PKH). Dalam PKH ini Ibu dua orang anak ini akhirnya lambat-laun kebutuhan ekonomi keluarga secara berlahan mulai teratasi, meski tidak secara keseluruhan.

Ditengah jeratan ekonomi keluarga, Janda muda ini juga mulai melirik kegiatan-kegiatan sosial di desanya, pada awalnya ia ikut program PKH atas nama orang tuanya, karena orang tuanya sudah meninggal, maka ia menjadi ahli waris dari bantuan Depsos tersebut, apalagi memang Ibu Nanang juga memenuhi syarat sebagai dana penerima bantuan.

Berangkat dari pengalaman itu, maka Ibu Nanang juga mulai aktive di kegiatan-kegiatan desa, misalnya ia sudah berani bicara, termasuk berani bicara dengan Kades Julubori sebagai pemegang mandat tertinggi pemerintahan di desa itu.

“Jadi setiap pertemuan desa, saya sudah mulai dilibatkan, tapi memang awal-awalnya saya juga gugup bicara. Awalnya hanya ikut saja, tapi lama-kelamaan, akhirnya saya sudah bisa sedikit bicara, dan sekarang malah saya sudah bisa memberikan masukan-masukan kepada Pak Desa secara langsung,” urainya.

Hal ini terjadi pada bulan Desember 2010, dan terus mengawal pembangunan desa bersama dengan perempuan desa lainnya. Dari situ kemudian, Nanang dipercaya sebagai Ketua Kelompok I Borong Bilalang dalam Program Keluarga Harapan.

Karena posisinya sebagai ketua kelompok, maka setiap rencana-rencana pembangunan desa, sudah aktiv terlibat, diskusi, dan bersama-sama mengambil keputusan bersama.

Jadi keaktifan dirinya, juga pertanda bahwa kesadaran perempuan di dusunnya juga telah berpartisipasi dalam pembangunan secara aktive, utamanya pengurus kelompoknya aktive mengikuti pertemuan dan kegiatan-kegiatan sosial di Desa Julubori.

Menurut Nanang, bukan hal mudah untuk melakukan semua itu, karena sebagai single parent, disamping memenuhi kebutuhan keluarga dimana dia menjadi kepala keluarga, juga terus bekerja bersama-sama masyarakatnya, termasuk kelompoknya.

Meski begitu, dia mengalami hambatan-hambatan dalam mempercepat partisipasi perempuan, karena menurutnya perempuan Dusun Bilalang membutuhkan tenaga pengajar yang dapat mendidik perempuan-perempuan Desa Julubori dari berbagai aspek, termasuk soal tenaga ahli dalam peternakan unggas, misalnya peternakan itik dan ayam kampung. “Ternak ayam potong disini tidak dapat dikelola secara berkelompok oleh masyarakat, tapi kalau ternak itik atau ayam untuk setiap kepala keluarga maka sangat cocok,” katanya.

Di balik kesukesan Nanang didalam mengawal kelompok dan masyarakat Desa Julubori, yaitu Musabir dari petugas Dinas Sosial dengan progam keluarga,Dg Bollo (tokoh perempuan), Kades Julubori, dan lainnya.

Dengan kegiatan-kegiatan sosial ini, maka saya banyak mengalami perubahan, tak terkecuali perubahan ekonomi. Tetapi meski demikian ekonomi keluarga harus menjadi prioritas utama dengan terus berjualan di emperan toko, dari situ memang pembelinya terkadang tidak menentu, tetapi itu sudah dapat sedikit demi sedikit meringankan keluarga, karena uang transport anak-anaknya yang sekolah dapat teratasi.

Jadi hikmahnya, karena terlibat didalam mengurus kegiatan-kegiatan di desa, maka waktunya kami atur, sehingga jualan juga tetap berjalan. Itulah gambaran, bagi perempuan-perempuan yang terus bergelut dengan lilitan ekonomi keluarga tapi tak pernah terlepas dari proses pembangunan di desa. (sultan darampa)

Senin, 20 Juni 2011

BINTANG PERUBAHAN : Sang Pembaharu dari Parigi

Saya tidak mengerti kenapa saya menjadi pembicara utama pada Jambore Kader Perencanaan Penganggaran Paritisipatif yang dipusatkan di Desa Julubori, padahal saya ini bukan apa-apa bagi program ACCESS, saya juga bukan sebagai KPM, maupun warga sasaran penerima dampak.

Tetapi ketika pertama kali sosialisasi program ini direncanakan, saya melihat draft kegiatannya sangat menarik, karena mereka tidak bicara proyek, atau program, atau mereka bicara soal penguatan atau pemberdayaan, dimana kader-kader dilatih untuk melakukan pendataan dengan validatas yang sangat terpercaya, kader juga diajak untuk membuat matriks perencanaan, malah kader membuat dan menyusun sendiri dokumen perencanaan desanya.

Melihat itu semua, saya tidak pernah diundang, tetapi datang terus, karena melihat manfaat yang bakal diterima, utamanya bagi warga RK atau dusun saya. Karena meskipun saya ketua RK, tetapi sehari-hari saya harus mengurus Dusun Pangajian, malah seringkali diminta Kades Parigi untuk mewakilinya dalam pertemuan-pertemuan, cuma memang sebatas mengikuti.

Jadi setiap tahapan kegiatan, dan arus perubahan-perubahan yang dicapai dalam perencanaan di Desa Parigi, maka tentu saya paham betul, saya tahu menyusun visi, membuat peta sosial, menfasilitasi peringkat kesejahteraan masyarakat, dan tabulasi sensus.

Malah isi RPJMDes Parigi saya tahu betul, strategi pembangunannya saya hapal dengan segala prioritasnya. Saya sangat gembira, karena posisi saya sebagai ketua RK, mendampingi warga untuk berparitsipasi penuh dalam program ini, tidak ada warga saya yang berani menolak pertemuan-pertemuan, tapi bukan akrena takut kepada saya, tetapi memang sudah mengerti betul manfaat program ini.

Mungkin memang dulunya ia, tetapi biar bagaimana pun saya juga bagian dari warga penerima dampak dari program tersebut.

Tantangannya, karena saya ini adalah bekas preman, anak jalanan, yang tidak pernah tahu tentang bermasyarakat, apalagi tiba-tiba dipercaya menjadi ketua RK. Ini seolah-seolah saya shok menerima mandat ini, tetapi karena dukungan dari warga yang kuat, maka saya akhirnya menerima jabatan tersebut.

Kemudian saya menghadap kepada orang-orang tua, pemuka agama, dan sejumlah kaur aparat desa, maka disarankan untuk merubah diri, merubah perilaku, dan setelah itu maka kemudian, saya diminta untuk kemudian pelan-pelan membuktikan perubahan perlakuk saya kepada masyarakat, karena tantangan moralnya sangat besar, bagaimana mungkin seorang preman akan memimpin masyarakat, apakah masyarakat mau dijebloskan ke dalam dunia premanisme.

Akhirnya saran itu terus saya lakukan, apalagi sudah teman diskusi, ada Dg Tola (Fasduk Kecamatan Tinggimincong / Manuju), juga seringkali diskusi dengan Manager Program WaKIL meski tidak ada hubungan langsung, karena saya juga bukan bagian dari struktur pelaksana program WaKIL.

Saya juga banyak belajar dari masyarakat, termasuk kepada istri yang setia mendampingiku dalam menjalankan tugas-tugas RK, dan kebetulan sekali istriku itu adalah KPM Desa Parigi. Disamping saya belajar sama dia, saya juga seolah-olah berlomba, malah seringkali berdebat soal-soal program ACCESS ini.

Akhirnya, saya juga menginisiatif membuat sendiri perencanaan untuk Dusun Pangajian, ada dokumen sensus sendiri untuk dusun itu, malah sudah ada peta sosialnya yang dibuat khusus, termasuk dibantu warga. Ke depan, saya akan membuat perencanaan sendiri, tentu dengan segala prioritas dan peluangnya dalam pembangunan Dusun Pangajian ke depan. (sultan)

Minggu, 19 Juni 2011

BINTANG PERUBAHAN WaKIL : Ulet dan Pekerja Keras

SAYA adalah salah seorang perempuan (30 tahun) tinggal di Desa Julubori Kecamatan Palangga Kabupaten Gowa – Sulawesi Selatan. Sehari-hari saya bekerja serabutan, kadang bekerja membantu di sawah, kadang membantu program desa dari kepala desa, tak lupa juga harus mengurus rumah tangga. Semuanya saya lakukan demi menghidupi kedua anakku yang setelah sekian tahun ditinggal oleh bapaknya. “Suamiku meninggalkan saya dan kedua anakku tanpa penjelasan yang masuk akal,” katanya menutupi kesedihan hatinya.

Menurutnya, salah satu alasan suaminya minggat, karena perempuan umur 30-an tahun yang pernah mengecap pendidikan di Universitas Hasanuddin meski tidak menyelesaikan studinya, adalah karena saya juga mau active seperti dengan beberapa perempuan desa yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan desa, apalagi saya pernah menuntut ilmu di perguruan tinggi.

Tetapi niatnya untuk ikut membawa perubahan di desanya, selalu terhalang oleh suaminya. “Kenapa kamu repot-repot mau kerja, mau active di kantor desa, atau apalagi kalau ada kegiatan di kantor desa, cukup kami jadi ibu rumah tangga saja, apa yang kurang, mau makan silahkan makan,” kata sang suami seperti yang ditirukan ole Ros.

Jawaban sang suami memang sangat efektive, sehingga Ros, tidak pernah lagi aktiv pada kegiatan-kegiatan sosial, malah berkumpul dengan bekas teman-temannya yang juga active sebagai ibu-ibu “aktivis” di desanya juga tidak diizinkan. “Tetapi saya rasa bukan karena factor itu suami saya meninggalkan keluarga ini, karena permintaannya untuk tidak bekerja sudah terpenuhi. Dan tanpa saya ketahui sebab-sebabnya, tiba-tiba menghilang dengan meninggalkan tanggungjawabnya sebagai seorang kepala rumah tangga dimana anak-anaknya yang masih kecil-kecil membutuhkan biaya hidup,” kenang Ros.

Karena saya merasa tidak mendapat perlakuan adil karena meninggalkan saya dan keluarganya tanpa ada penjelasan, yang kemudian sekitar setahun baru saya tahu bahwa ternyata ia sudah kawin lagi di tempat lain, akhirnya saya mengambil inisiative seperti cita-cita semula. “Saya sudah mulai active lagi pada kegiata-kegiatan sosial, seperti menjadi KPM, dan saya senang disitu, karena selain mendapat teman, juga saya merasa bahwa nasib “jelek” saya tidak sia-sia, karena banyak teman-teman KPM, utamanya di desa lain, menjadi sahabat-sahabat.

“Suatu hari nanti, saya tetap bertekad untuk terus berjuang, minimal ingin mengatakan, utamanya dalam Desa Julubori, bahwa orang seperti saya, janda, masih bisa berbuat banyak, selain bisa menghidupi keluarga dengan 2 orang anak, juga masih sempat membantu orang lain, masih sempat berdiskusi dengan apart desa tentang apa-apa yang akan dilakukan, tentang rencana-rencana apa bisa dilakukan untuk membuat perubahan di desa.

Saat ini, setelah mengikuti beberapa kali training, saya juga dapat menfasilitasi pertemuan-pertemuan, FGD, atau rapat-rapat di kantor desa, termasuk menfasilitasi sensus rumah per-rumah di dalam Desa Julubori. “Saya juga kaget dapat melakukan semua ini, saya tidak pernah membayakan akan seperti ini jadinya, apalagi secara mental saya terpuruk, dan sempat sidrom atas kasus menimpah keluarga saya. Tetapi setelah menjalani semua ini, ternyata saya bisa menjalani dengan baik, tanpa ada dampak-dampak negative terhadap terhadap psikologi saya, termasuk keluarga saya dan anak-anak saya,” katanya sembari tersenyum.

Ros memang terkenal ulet dimata teman-temannya sesama KPM, atau sesama kaum ibu-ibu di Desa Julubori. Menurutnya, dukungan yang paling terasa adalah nama besar keluarga, nama baik orang tua dan nenek moyang, sehingga apa yang dilakukannya saat ini, secara sosial di masyarakat adalah factor pendorong yang paling kuat.

Sekedar diketahui bahwa Desa Julubori, apalagi dibawa kendali kepala desanya, Muhammad Ansar, percepatan pembangunan di segala bidang sangat terasa. Beberapa program yang telah masuk di desa ini antara lain :
1.Rehab dan pembangunan jalan-jalan di dalam Desa Julubori, termasuk jalan-jalan tani, sudah diaspal dan di-papinblok.
2.Tempat-tempat layanan umum, Pustu dan rumah-rumah ibadah juga telah mengalami rehabilitas dan pembangunan.
3.Secara swadaya, Desa Julubori membeli Mobil Kijang untuk layanan cepat bagi warganya yang membutuhkan pertolongan. Mobil ini dinamai, Mobil P3K, khusus untuk mobil angkutan bagi warga sakit untuk diantar ke puskesmas, atau ke rumah sakit. Juga mobil difungsikan dalam mobilitas tinggi, seperti keperluan bagi warga yang membutuhkan trnasportasi ke kabupaten lain.
4.    Banyak program yang masuk disini, utamanya PNPM, IPP, P2TP, serta sejumlah proyek-proyek dadakan lainnya.

Nah, didalam mendorong percepatan pembangunan, termasuk pemangunan fisik, sosial keagamaan, maka salah satu andalannya pemerintah desa adalah kader-kader pemberdayaan (KPM), utamanya bagi KPM yang telah mendapat penguatan kapasitas dari kemitraan Yayasan WaKIL – ACCESS ini.

“Secara pribadi, saya rasakan besar sekali manfaat dari pelatihan-pelatihan ini, karena selain ilmunya, juga yang utama pengetahuan itu dapat diterapkan langsung di desa-desa, malah ada kepala desa lain menawarkan diri untuk kami bantu, tetapi memang kami tidak jawab bersedia atau tidak, karena itu kewenangan Kepala Desa Julubori,” tandas Ros mengakhiri ceritanya.(sultan)  

Rabu, 08 Juni 2011

Jambore Kader : Apresiasi KPM Pengawal Pembangunan

Peserta kader yang terdiri atas berbagai elemen masyarakat ketika menghadiri pembukaan Jambore Kader. Asisten I Pemkab Gowa ketika memeriksa 26 dokumen RPJM Desa se-Kabupaten Gowa. 

Makassar, KBSC)
Atas inisaitif Kepala Desa Julubori, Muhammad Ansar, bersama kader-kader pemberdayaan masyarakat (KPM), menfasilitasi jambore kader perencanaan penganggaran partisipatif atas dukungan Pemerintah Kabupaten Gowa, Yayasan WaKIL dan Kemitraan Indonesia Australia dan ACCESS Phase II.

Sukses ini adalah wujud dari perubahan-perubahan yang telah dicapai pada 78 kader-kader pemberdayaan dari 26 desa dampingan di Kabupaten Gowa. Dan itu semua disaksikan Asisten I Pemkab Gowa, bersama beberapa kepala dinas, anggota DPRD Gowa, 18 camat se-Kabupaten Gowa, dan puluhan kepala desa, kepala kelurahan dan stakeholders lainnya.

Jombore ini kemudian menampilkan alat-alat kajian penjajakan dan perencanaan, seperti peta sosial 26 desa, pentagonal aset, peringkat kesejahteraan masyarakat, ataupun produk-produk unggulan dan kreasi dari masing-masing desa, seperti ada kopi tuak yang ditampilkan oleh KPM Desa Parigi dan Desa Tamalatea. 

Ada kreasi kue-kue tradisional hasil kerajinan kelompok dampingan di Desa Datara dan Desa Garing. Semua ini tak terlepas dari pengamatan dan rasa kagum dari Asisten I beserta rombongan ketika mengunjungan stand pameran tersebut.

Kepala Desa Julubori, Muhammad Ansar Dg.Rurung, setiap usaha-usaha dan ide-ide dari masyarakat, termasuk Jambore ini, selalu memusyawarakan dengan para aparatur, termasuk BPD, bahwa bagaimana meningkatkan mobilitas layanan kesehatan masyarakat, utamanya bagi masyarakat yang kurang mampu, meski sudah ada kesehatan gratis, maka waktu itu disepakati untuk pengadaan sebuah mobil P3K, pelayanan pertama pada kesehatan. Dimana mobil ini, merupakan jasa angkutan gratis untuk transportasi bagi warga yang mengalami musibah, misalnya masuk ke rumah sakit (ke ibukota kabupaten Sungguminasa dan ke Kota Makassar), termasuk untuk layanan angkutan mayat.

Jika masyarakatnya itu tergolong mampu, dan membutuhkan layanan ke luar kabupaten yang sangat jauh, maka hanya dimintai biaya pengganti pembeli bensin, itupun sesuai kondisi keuangan keluarga, alias sukarela, tidak aa patokan, sementara sopir tetap mobil tersebut dihonor oleh Kades sendiri.

Dalam rutinitas layanan public itu, maka saya mendapat informasi bahwa salah satu dari dua desa di Kecamatan Palangga mendapat lokasi program “perencanaan partisipatif” yang belakangan kemudian dikenal sebagai penyusunan RPJMDes atas kerjasama Yayasan WaKIL – ACCESS Phase II.

Berangkat dari situ, sungguh beruntung, karena kami mengirimkan 3 orang kader terbaik desa, yaitu KPM M.Ilyas Dg.Laja, Rosmawati dan Dg.Kebo, yang representatif mewakili masing-masing dusun. Dari perguliran waktu terus berjalan, sang kader ini telah melahirkan atau mendorong dan mendampingi lahirlah dokumen RPJMDes, dengan proses yang betul-betul terpercaya dan akurat.

Didokumen itulah termuat seluruh rencana desa, dan salah satu rencana pengempangan strategis desa yang dirasakan sangat mendesak dan memang strategis adalah pengembangan kawasan agrowisata Desa Julubori secara terpadu, karena disini dibangun baruga musyawarah desa, tempat mancing, tempat permainana anak-anak (rekreasi), pusat sayur organik, dan ke depan sistem pertanian (pola Sri dan Legowo), peternakan itik, laboratorium hutan hak.

Hal ini lahir juga atas dorongan bagaimana meningkat sumber-sumber pendapatan asli desa, selain alokasi dana desa (ADD). Jadi agrowisata ini mengembangkan sistem kemitraan masyarakat, dimana masyarakat, termasuk pemilik lahan dan pemilik ternak, adalah bagian utama dalam pengelolaan kawasan terpadu itu, jadi masyarakat adalah manajer atau pelaku utama dalam agrowisata ini.

Langkah-langkah strategi pengembangan agrowisata ini, adalah telah melakukan serangkaian kegiatan atau kunjungan juga dukungan dari pemerintah Kabupaten Gowa, misalnya telah menjadi lokasi penelitian kehutanan dengan sistem vegetasinya yang beragam, dimana vegetasi hutan kayu ini merupakan hasil tanaman yang ditanam masyarakat sendiri. Juga menjadi laboratorium pengembangan sistem pertanian pola Sri di Indonesia, dan terakhir, seminggu yang lalu, telah didakan pameran atau jambore kader perencanaan penganggaran partisipatif se-Kabupaten Gowa.

Jadi seluruh sistem desaign pengembangan tersebut diatas, telah diatur dalam sistem regulasi pemerintahan desa, mulai dari SK atau mandotry terhadap pelaksana teknis lapangan, seperti SK kepada kader-kader pemberdayaan, Perdes tentang RPJMDes, juga sejumlah SK Kades lainnya.

Sehingga upayaini telah melahirkan sistem regulasi desa yang akuntabel, demokratis dan transparansi. Ketiga komponen ini telah teruji melalui hasil-hasil keputusan dan masyawarah bersama, antara perangkat-perangkat pemerintahan desa, BPD, KPM, dan seluruh elemen-elemen masyarakat.

Ke depannya, agar seluruh sistem nilai yang bekerja di desa betul-betul lahir atas desaign bersama masyarakat, maka kami mengemasnya dalam sistem klinik. Dimana klinik utamanya adalah Bank Data Desa yang merupakan, “gudang analisis” kebutuhan bersama bagi desa.

Hasil-hasil analisis ini melahirkan rekomendasi-rekomendasi, misalnya rekomendasi sistem bisnis planning bagi masyarakat, jadi semacam konsultasi ekonomi masyarakat, juga klinik public complain, yang senantiasa menerima pengaduan atau sengketa antarmasyarakat itu sendiri. “Beberapa hari yang lalu, ada sengketa antarwarga yang bersentuhan dengan kriminal, dan sebelum diserahkan ke polisi, kami membicarakannya, dan akhir musyawarah itu kemudian memastikan bahwa kasus ini ditangani sendiri  oleh desa, dan hasilnya terjadi perdamaian, meski saya sendiri sebagai kepala desa, menjadi jaminan ke polisi jika dikemudian hari ada masalah-masalah hukum terhadap kasus ini. “Jadi tidak semua sengketa disini, ditangani langsung polisi, malah polisinya kami datangkan ke masyarakat,dan mendiskusikannya secara bersama, jadi tidak langsung asal tangkap dan penjarakan,” tegasnya.

Semua itu, adalah upaya-upaya sistematis yang dimotori sang kader dalam memastikan perubahan-perubahan yang terus terjadi di desanya. Pola sismatis ini pula yang menjadi inspirator,dan corong perubahan bagi desa-desa lain di Kabupaten Gowa dan Sulawesi Selatan. (sultan)