Selasa, 12 Oktober 2010

Bila Direktur Ketemu Dalam Satu Forum (2)

Makassar, (KBSC)
Yang menggelitik juga dalam forum ini, adalah ketika Pak De (panggilan akrab Sartono) dengan bahasa lugas menyentil para mitra langsungnya. “Kalau minta tanda tangan, maunya cepat, tetapi kalau bicara sudah sejauhmana program itu dijalankan, jawabnya laporannya sementara disusun, katanya datanya ditunggu dari lapangan, dan seribu macam alasan,” timpal Pak De.

“Betul itu Pak De, bagaimana soal janjinya Karma (Karaeng Made, salah satu mitra ACCESS di Kabupaten Takalar), apa sudah direalisasikan ?,” tanya peserta dari Kabupaten Gowa.  “Wah itu janji sudah dilupa, nanti diingat lagi kalau mau tanda tangan pencairan, ha ha ,” tegas Pak De.

Menurut gossip yang pernah beredar di kalangan mitra ACCESS, waktu itu Karma pernah berjanji kepada Pak De, katanya, “Pak De, kalau proposalku diterima ACCESS Bali, kita akan potong kambing,” begitu kira-kira janji politik Karma.

Sebenarnya Pak De tidak percaya, cuma karena material janjinya terlalu besar, yakni seekor kambing, spiecies Kambing Australia lagi, akhirnya Pak De “tergiur”. “Wah, tidak tuh, mungkin kambingnya takut masuk kota Makassar, sehingga tidak pernah sampai di rumahku,” kata Pak De mengelak.

“Tiba-tiba saya nyelutuk, hebat ya perubahan perilaku para direktur, segala peta strategis ditempuhnya, yang penting RAnya aman,”  kataku.

Mendapat tekanan politik seperti itu, Karma langsung mengelak, “maaf Pak De, karena situasi dan kondisi Kabupaten Takalar tidak stabil, cukup banyak gangguan keamanan, belum lagi kita sibuk dan terus bersama-sama masyarakat, maka “nazar” itu ditunda,” elak Made dipomatis. “Ditunda ya, tanpa ada batas waktu yang jelas, he he,” sambungku.

Riuh-rendah pertemuan itu menjadi jurus-jurus ampuh mengakrabkan peserta antarkabupaten, --memang diakui baru pertama kali 4 kabupaten dari semua pimpinan mitra ACCESS bertemu dalam satu forum. Sekedar catatan : “pertemuan direktur ini, adalah wadah perluasan pembelajaran yang sangat efektif, selain membangun silahturahmi, juga tercipta protokoler informasi, sehingga nilai-nilai pembelajaran yang terjadi disetiap mitra dapat disher di tempat ini”. 

Lanjut soal tadi,…

Tapi tiba-tiba dengan wajah yang serius, Pak De langsung membeberkan strateginya ACCESS. “Bahwa kita memang hebat, coba bayangkan dari semua mitra ACCESS ini masing-masing memiliki kemampuan dan kekuatan yang berbeda-beda, ada yang bekerja diissu public, di perencanaan partisipatif, dan lain-lain, bahkan ada mitra kita yang bekerja khusus “gali parit”.

Kontan peserta saling lirik, saling duga, saling mencurigai, siapa lagi yang kali ini kena lemparan sindiran. Eh, selidik punya selidik, ternyata kawan-kawan yang konsentrasi di PSDA, menyuarklah  suara dalam kelas yang dari semula hanya suaranya Pak De yang mengema pada dinding-dinding beton hotel. “Kali ini kau kena batunya, siapa suruh sok jaim, ha ha, eh nyatanya hanya kerja parit,” ledek peserta.

Jam dinding terus merambat jauh, tak terasa sudah setengah harian kita berdiskusi dengan sambal guyon yang khas Sulawesi, tibalah saatnya, Mas Handoko mempertegas capaian pertemuan. “Bagaimana tanggungjawab dan peran direktur di dalam memperkuat pencapaian visi kabupaten. Selain itu, juga dibahas energy-energi besar di setiap kabupaten yang pernah digagas kawan-kawan bersama ACCESS, yaitu forum lintas actor. Bagaimana kondisi forum ini, apakah biasa-biasa saja, ataukah ada sesuatu yang luar biasa, ataukah sedang merayap, ataukah ‘bunyinya’ sudah betul-betul redup alias mati suri”.

Pertanyaan ini kelihatan sederhana, tapi cukup menyentuh, bahkan menelisik nurani gerakan bagi kawan-kawan direktur, --kalau manager program, seperti saya, tentu tidak, ha ha. Seolah-seolah baru tersadar dari tidur panjangnya yang lelap, dan kelelapan itu adalah karena memang betul-betul “mugso” atau lenyap dari ikatan nurani, atau seolah-olah atau dipaksa mugso.

Karena  faktanya adalah ketika kawan-kawan sedang asyik bercumbu dengan programnya, kita sama-sama terlena, kita lupa dan sengaja melupakan diri tentang sebuah energy yang pernah mengantar kita sebelum memasuki yang namanya “program”.

Akhirnya, sepakat tidak sepakat, fakta berbicara benar bahwa kandisi FLA pada masing-masing kabupaten lagi kondisi abnormal, tidak sehat, dan sering batuk-batuk kering. Penyebabnya, support system yang pernah menjadi komitmen, dan alat berhimpun, alat diskusi, alat shearing, atau apa pun namanya, sudah ditelantarkan.

Malah kalau ditelisik lebih jauh, sudah ada yang saling memanfaatkan, sudah saling menyalib, sudah tidak baku sapah lagi, sudah saling berlumba untuk sesuatu yang bertentang dengan komitmen awal. Ini yang ironi, ini yang mengkhawatirkan, dan ini yang mendekati titik nadir.

Akhirnya puncak dari muntahan gondok,muntahan unek-unek yang selama menggelentung di dada para direktur dikeluarkan, atau dipaksa dimuntahkan, sehingga yang tersisa kemudian adalah pikiran-pikiran asset based, adalah pikiran untuk maju lagi, adalah pikiran untuk bangkit kembali, dan adalah nazar untuk mengevaluasi diri kearah perubahan (berpikir dan perilaku) yang lebih baik.

Dan janji, ikrar, dan petisi kemudian dikeluarkan, untuk kembali bersama-sama membangkitkan, membenahi forumnya para actor ini. Dan semua kabupaten, bersepakat untuk membenahi kembali FLA dalam bulan ini juga, kemudian manajemen ACCESS Sulawesi Selatan lagi-lagi sudah siap menerima laporannya.

Bahkan Kabupaten Gowa, --tidak bermaksud mencuri star atau cari muka, pembenahan FLA dilaksanakan di Lesehan Bili-Bili pada Hari Sabtu, tanggal 16 Oktober 2010. Informasi ini selain bersifat pemberitahuan juga undangan.

Bersambung,…. (tulisan terakhir adalah petisi / deklarasi) bersama antara mitra langsung dari 4 kabupaten di Sulsel, ACCESS sendiri, dan mitra strategis ACCESS. (sultan darampa)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar