Jumat, 08 Oktober 2010

Bila Direktur Ketemu dalam Satu Forum

Makassar, (KBSC).
Sejak hari Selasa hingga Kamis (tanggal 6 – 8 Oktober 2010) adalah hari yang agak ‘aneh’ bagi sekelompok orang, atau bagi sekompok pimpinan organisasi nirlaba. Soalnya, sejak check in di Hotel Grand Wisata, Makassar, sudah membuat heboh, dan malah membuat bingung (bengong) para staffing hotel.

Soalnya, judul acaranya adalah “pertemuan direktur”, menilik dari kata-kata ini, maka pikiran dan otak para penerima tamu hotel adalah gambaran sosok peserta pertemuan itu adalah berbadan gendut, kepala licin, pakaian necis, kulit putih mulus, dan orangnya tentu ramah-ramah. Pendeknya mengerti “adat istiadat”.

Tapi kenyataannya berbalik 180 derajat, karena peserta yang hadir pada pertemuan direktur ini adalah berbadan kurus ceking, sedikut kumal, kepala gondrong tak teratur, pakaian apa adanya, kulit hitam legam terbakar matahari, dan orangnya sangar-sangar. “Kok para direktur yang datang begini tampangnya… ya, heran que,…. Ha ha,” demikian kira-kira para staff hotel membatin menatap keheranan yang dihadapinya.

Para direktur yang mendapat tatapan mata seperti itu juga tak kalah herannya, “kami ini salah apa ya, padahal inilah penampilan terbaik saya, apalagi kami mau masuk hotel, tentu tahu adat istiadat,” kata para direktur. “Makanya pak kalau masuk hotel tolong jangggut dirapikan, karena disangka teroris,” kata temannya  menimpali.

Lebih kacau lagi, para direktur dan manajer program yang berasal dari 4 kabupaten di Sulsel ini (Gowa, Takalar, Jeneponto dan Bantaeng) begitu kumpul langsung meracau tak karuang. “Eh bung, jangan mengaung-ngaung, ini bukan hutan,” celutuk salah seorang peserta memperingatkan akan suasana.

Tapi seperti hujan badai yang turun dari langit, teguran itu tak dihiraukan, apalagi diwarnai sedikit “rasa haru”, karena begitu bertatap mata, mereka langsung peluk-pelukan, (tentu yang sesama jenis), saling mengelus jenggot, dan beragam adegan  yang “memilukan”.

Dan keesokan paginya, ketika Koordinator ACCESS Sulawesi Selatan membuka acara dengan gaya sambutannya yang khas Guru Bangsa, maka Pak Sartono, memberikan pengarahan-pengarahan kepada peserta. Aneh dan bin ajaib, arahan-arahan itu bukannya dianggap sakral, atau serius, malah disambut bak lelucon.

“Tak heran kalau para direktur adalah pelawak-pelawak handal, karena memang Koordprovnya saja lebih jago melucu lagi, kayaknya dia pelawak jempolan, sayang karena besar di Makassar sehingga beliau hanya guru bangsa, coba kalau besar di Jawa, pasti sudah terbagung dalam SRIMULAT, bersama-sama tarsan,” urai peserta dengan gaya analisis ilmiahnya.

Yang jadi bengung justru fasilitator, Pak Handoko, Direktur  Remdec Swaprakarsa. Dia kebingungan menganalisis, mana bahasa yang serius, atau bahasa TOR kegiatan, mana bahasa guyon. Akhirnya, sang fasiltiator pelan-pelan membaca situasi, dan tak lama kemudian, diapun ikut arus, malah tergadang dia lebih ngaco lagi, hampir-hampir  gaya lawakannya menyaingi Pak De.

He, he, dasar pertemuan direktur pelawak,….. bersambung.  (sultan darampa)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar